Nice DAy and welcome to myBLog†

Translate


Call Girl part 1 & 2

Written by Pythagoras 0 comments Posted in:

Hari belumlah larut, jarum jam belum menyentuh angka 9 malam, masih sore bagiku. Sesore ini rasa penat dan capek sudah kurasakan, hari ini sebenarnya cukup menyenangkan hingga kejadian barusan yang membuatku benar benar kehilangan semangat, ingin rasanya menghabiskan malam ini dengan menyendiri di rumah, nonton tv bersama teman teman, kegiatan yang sudah lama tidak kulakukan.
Tiga orang laki laki telah kulayani dalam melampiaskan hasrat sexualnya, pagi tadi kuserahkan
tubuhku pada seorang laki laki yang kutaksir tak lebih dari 45 tahun di Hotel Sahid, padahal masih pagi sekitar jam 10 dan aku baru bangun. Tak ada hal yang istimewa padanya, seperti tamuku lainnya yang datang dan pergi. Kami bermain 2 babak untuk satu setengah jam.
Tamu kedua adalah orang Korea, yang menikmati hangatnya tubuhku saat jam istirahat kantor, biasa bobok bobok siang atau Sex After Lunch di Hotel Westin (sekarang JW Marriot). Kulayani dia hanya satu babak sepanjang hampir 45 menit nonstop, mungkin karena banyak makan ginseng dan ditunjang usia yang masih muda, belumlah 40 tahun menurut pengakuannya. Beruntung hanya satu babak karena dia ada meeting di kantornya jam 2 siang nanti.
Laki laki ketiga yang menyetubuhiku adalah anak muda chinese langgananku, biasa kalau sudah langganan tentu lebih banyak ngomongnya,lebih santai, sehingga meskipun kuhabiskan lebih lebih 2 jam menemaninya namun aku hanya melayaninya cuma 2 kali. Itupun yang kedua hanya bertahan tak lebih 5 menit.
Yang membikin aku jengkel adalah tamuku yang keempat, yang membookingku setelah jam kerja kantor, jam 6 sore. Aku menemaninya di Palm Inn, hotel short time yang terletak di daerah Mayjend Sungkono, tempat itu sangatlah familiar bagiku. Entah sudah berapa puluh kali tubuhku dinikmati bermacam laki laki di tempat itu. Aku yakin semua kamar sudah pernah kupakai.
Seorang GM telah memintaku sejak siang tadi, saat aku menerima tamu Korea, karena sudah terlanjur menerima bookingan, maka kujanjikan sore kalau masih mau menunggu. Rupanya si tamu tidak mau dengan yang lain jadi dia bersedia masuk waiting list.
Saat aku tiba di Palm Inn, dia sudah menunggu di dalam. Agak terkaget saat melihatnya, wajahnya sepertinya tak asing bagiku, sepertinya telah mengenal dia, entah dimana, yang jelas
wajah itu aku kenal namun tak kuingat lagi.
“mungkin salah satu tamuku yang hanya booking sekali atau dua kali lalu tak nongol lagi” pikirku, tentu saja untuk tamu seperti ini aku lupa karena terlalu banyak laki laki yang datang dan pergi mengisi hari hariku. Kalau tidak ada hal yang istimewa, begitu berpisah dengan tamuku terlupakan sudah apa yang baru saja kami jalani.
Dia memperkenalkan diri dengan nama Yanto, umurnya mungkin lebih 55 tahun, jadi seangkatan dengan papaku.
Kami ngobrol ringan, meskipun dia sudah berhenti merokok namun mengijinkan aku untuk merokok. Pak Yanto orangnya terlihat ramah dan sabar, 20 menit ngobrol dengannya aku semakin suka dengan pembawaannya yang tidak buru buru. Selama 20 menit itu pula aku mengingat ingat dimana kenal dengan wajah ini karena bagiku tampak tak asing sekali, ingin menanyakan takut dia tersinggung. Kalau aku menanyakan pada tamu apakah pernah mem-bookingku, tentu akan membuat tamu itu tersinggung karena berarti bagiku dia hanyalah biasa biasa saja, bagiku aku ingin memberi kesah kalau setiap tamu yang kulayani adalah laki laki istimewa dan unik yang tak gampang terlupa. Kalau aku ragu sama seorang tamu, maka akupun akan bersikap sok akrab.
Hingga Pak Yanto memintaku melepas pakaian, aku masih belum menemukan jawabannya meski sudah kuusahakan memancing beberapa pertanyaan yang mengarah, tetap saja gagal.
Tubuhku yang sudah telanjang duduk dipangkuannya, kami saling berhadapan, Pak Yanto belum juga melepaskan pakaiannya.
“kamu memang menggemaskan, menggairahkan dan menggoda, tak kusangka akhirnya aku dapat kesempatan ini” katanya disusul ciuman lembut di pipi dan bibir, lalu turun ke buah dada dan sedotan pada putingku.
Entah kenapa saat Pak Yanto mencium pipi dan bibirku, bulu kudukku berdiri, seperti ada getaran aneh menyelimuti tubuhku.
Kuluman yang lembut pada bua dadaku perlahan semakin menggairahkan, tak dapat ditahan lagi akupun mulai menggeliat dan mendesah di atas pangkuannya, kuremas remas rambutnya. Tubuhku merosot turun diantara kakinya, kulucuti pakaiannya satu persatu hingga sama sama telanjang. Keelus lembut dan kukocok dengan tangan sambil menciuminya, saat hendak kukulum penisnya yang tegang itu, dia mengangkat mukaku, ditatapnya dalam dalam seakan menengok isi hatiku, bergidik aku jadinya, seperti ada benang merah yang tak dapat kumengerti antara aku dan dia, diciumnya kening dan bibirku, setelah itu dia diam saja ketika lidahku mulai menyentuh kepala penisnya.
Pak Yanto mulai mendesah, penis itu sudah keluar masuk mulutku, tangannya membelai lembut rambutku yang tergerai dengan lembut. Dia selalu menyibakkan rambutku apabila ada yang menghalangi pandangannya pada wajahku yang tengah mengocok penisnya, pandangan itu tak pernah lepas kearahku.
“Pindah ranjang yuk” ajakku
Ketika aku berdiri hendak menuju ranjang, dia menarikku hingga akupun terjatuh terduduk kembali dalam pangkuannya. Pak Yanto mendekapku dari belakang, tangannya meremas remas buah dadaku sembari menciumi punggung dan tengkukku.
Aku telentang di atas ranjang, entah sudah berapa ratus pasangan yang telah melampiaskan nafsunya di ranjang ini.
“boleh kucium ?” tanya Pak Yanto saat tangannya sudah berada diselangkanganku
“em…kalau bapak mau” jawabku, biasanya laki laki seumur dia pintar bermain oral, maklum jam terbang sudah tinggi dan permainan oral tidaklah dipengaruhi umur maupun stamina, jadi biasanya lebih pintar dari yang muda muda. Disinilah kelebihan laki laki yang sudah tua.
Dugaanku benar adanya, bibir dan lidah Pak Yanto dengan dibantu jari jari tangannya begitu pintar bermain diselangkanganku, mempermainkan klitoris dan bibir vagina, akupun menggeliat dalam nikmat, tentu saja diiringi desahan desahan.
“sini Pak, enam sembilan” ajakku, dia langsung menurutinya.
Kunikmati benar permainan oral ini karena untuk tamu seusia dia aku tidak berharap banyak bisa mendapatkan orgasme dari persetubuhan. Permainan oral kami sungguh mengasyikkan, beberapa kali kami bergulingan berganti posisi atas dan bawah.
Aku harus mengakui kalau dia lihai bermain oral sex, disamping itu cukup tahan juga menahan orgasme. Tidak sedikit laki laki yang sudah orgasme hanya dengan kulumanku, bahkan banyak juga yang orgasme cuma dengan dikocok tangan.
Tubuh Pak Yanto sudah di atasku, bersiap melesakkan penisnya mengisi vaginaku.
“mau pake kondom ?” tanyanya sopan sambil menatap tajam, aku tak sanggup melawan tatapannya.
“terserah bapak, aku sih oke oke aja kok” jawabku sambil menghindari tatapannya.
Kutuntun penis itu memasuki liang kenikmatanku, penis keempat yang memasuki vaginaku hari ini. Perlahan dia mendorong masuk, matanya tak lepas menatapku, seperti menikmati expresi wajahku yang tengah menerima kenikmatan darinya. Kembali dikecupnya kening, pipi dan bibirku setelah penisnya masuk semua, didiamkannya sejenak sembari melumat bibir.
Kocokannya pelan dan lembut, seperti takut merusakkan vaginaku. Tubuh Pak Yanto mulai menindihku, kami saling berpelukan dan mengulum bibir, semakin lama kocokan itu semakin cepat membuat tubuhku mulai menggeliat.Butiran keringat terlihat di wajahnya, punggungnya mulai basah padahal belumlah 10 menit kami bercinta, maklum sudah setengah baya. Ciuman Pak Yanto bergantian dari pipi, leher, bibir dan kening, kujepit pinggang Pak Yanto dengan kedua kakiku yang melingkar di pinggang. Tubuh telanjang kami saling mendekap semakin rapat menyatu, entah kenapa ada rasa aman saat Pak Yanto mendekapku erat, seperti aku sedang dalam perlindungannya, padahal kini aku sedang dalam lampiasan birahinya.
“mau keluar di dalam atau di luar ?” bisiknya tak lama kemudian
“terserah bapak, sukanya dimana” jawabku sambil mendesah
Tiba tiba tubuhnya menegang, gerakannya kacau, kurasakan kepala penisnya membesar dalam vaginaku, disusul denyutan kuat melanda dinding dinding vagina. Pak Yanto menjerit sambil mendekapku semakin erat, akupun ikutan menjerit merasakan kuatnya denyutan itu. Kami kembali berciuman bibir setelah denyutan denyutan itu menghilang, kubiarkan tubuhnya tetap berada di atasku, napasnya menderu hebat seiring detak jantung yang bisa kurasakan berdetak kuat di dadaku.
Tubuh telanjang kami telentang terkapar di atas ranjang. Plafon kaca memantulkan bayangan tubuh kami yang telanjang berdampingan. Kubersihkan penis Pak Yanto dengan tisu yang memang telah tersedia lalu aku kembali rebah dalam pelukannya.
“tak kusangka akhirnya aku bisa mendapatkanmu seperti ini” katanya seperti sedang mendapat durian runtuh.
Kembali rasa penasaran mendatangiku, aku yakin kalau dia sudah mengenalku sebelumnya, entah dimana.
Kutinggalkan Pak Yanto yang tengah mengenang kejadian barusan. Di kamar mandi kubersihkan vagina dari spermanya sambil berusaha mengingat dimanakah aku ketemu Pak Yanto sebelumnya, namun gagal tak kudapat jawaban atas rasa penasaranku.
Ketika aku keluar kamar mandi, kulihat dia sedang menelepon. Dari pembicaraannya pasti dari seorang cewek karena terlihat begitu manja. Aku tak tertarik mendengar pembicaraannya tapi kudengar sayup sayup panggilan “sayang” berulang kali dan diakhiri dengan kata “I love you too”.
“sorry, tadi dari anakku, Devi, biasalah gadis jaman sekarang banyak kebutuhannya” katanya seperti ingin memberi penjelasan padaku, padahal aku tak peduli apakah dia telepon sama Devi atau siapapun, anaknya atau apapun, bukan urusanku.
Babak kedua kami lakukan 20 menit kemudian, kali ini posisiku diatas, dengan leluasa dia bisa menjamah seluruh tubuhku, meremas remas buah dada dan mendekapku dengan gemasnya. Bahkan dengan jelas bisa menikmati expresi kenikmatan yang terpancar dari wajahku.
Seperti babak sebelumnya, tak lebih 10 menit dia kembali menghantam dinding vaginaku dengan denyutan denyutan nikmat. Sebenarnya bisa saja aku membuatnya lebih cepat dari itu, apalagi posisi diatas adalah posisi favorit karena akulah yang memegang kendali permainan.
Kami mandi bersama setelah istirahat beberapa saat lamanya. Dengan telaten dia memandikanku, mengusap dan menyabuni seluruh tubuhku, tak ada remasan remasan nakal seperti tamuku lainnya, benar benar diperlakukan seperti orang tua yang memandikan anaknya.
Selesai mandi kami berpakaian dan melanjutkan ngobrol sembari menunggu taxi yang dia pesan, tentu saja aku harus menemani sampai taxi itu datang.
“kamu kok nggak pernah main ke rumah lagi” katanya sembari menyerahkan amplop putih berisi uang.
“maksud Bapak ? rumah siapa ?” tanyaku heran, kuhentikan isapan rokokku dan kuletakkan amplop putih yang kuterima tadi si meja.
“dulu kan sering main ke rumah, didaerah Blauran” lanjutnya
Aku terdiam memikirkan arah pembicaraan ini.
“emang aku kenal Bapak sebelumnya dan kita pernah bertemu ?” tanyaku penasaran, tak ada lagi rasa segan takut tersinggung seperti tadi.
“Bukan cuma kenal, aku bahkan sering mengantarmu pulang setelah main di rumah” jawabnya, semakin membuatku bingung. Rasanya aku nggak pernah main atau terima bookingan di rumah, apalagi daerah blauran.
“Bapak siapa sih ?” tanyaku tak bisa menutupi rasa penasaranku
“aku bahkan sering menciummu meski ciumannya lain dengan yang tadi, memangkumu telanjang, meski tidak seperti tadi, dan memandikanmu walau momennya nggak sama dengan barusan bahkan kamu selalu minta aku cium saat kuantar pulang”
“ah Bapak ngaco deh, meng-ada ada” jawabku dalam kebingungan
“kamu masih belum tau siapa aku ?” tanyanya menyeretku dalam rasa penasaran yang membesar
“nggak tau ah” jawabku putus asa
“nah, persis begitu deh kalau kamu lagi marah, nggak berubah dari dulu, lihat tuh cemberut gitu dengan mulut monyong” godanya
“habis Bapak bikin aku penasaran sih” tanyaku manja, aku yakin dia mengenal banyak tentang diriku, melebihi apa yang kuperkirakan.
“oke aku kasih satu nama supaya ingat, barusan aku telepon dengan Devi, ingat nama itu ? ”
Aku diam sejenak, kuingat ingat teman yang bernama Devi, ada beberapa tapi tak satupun bisa kusangkut pautkan dengan Pak Yanto, Devi cina yang mata duitan dan hanya mau menerima tamu chinesse atau Devi bule yang rambutnya selalu di cat blonde, atau Devi sekretaris yang menerima bookingan diluar jam kantor dan simpanan bos-nya, atau Devi lainnya. Rasanya semua tak ada hubungan dengan Pak Yanto.
“ah, nggak tau ah, mau Devi atau Dewi atau Debra terserah deh, aku nggak tahu” jawabku menyerah dengan wajah makin cemberut.
“ingat nggak Devi yang tinggal di Blauran yang rumahnya di pojok kampung cat hijau ?”
“……HAAA ????? Bapak…bapak…bapak adalah Om Hari ? ayahnya Devi ?” potongku membelalak, kupandangi wajahnya, wajah yang tadi bikin aku penasaran, wajah yang tadi berulang kali dalam jepitan selangkanganku.
Aku berdiri menjauh, kutatap Pak Yanto lebih seksama, dan benar adanya, dia memang Om Hari ayahnya Devi, sahabatku waktu masih kecil. Pak Yanto, laki laki yang telah menyetubuhiku 2 kali dan memberiku kenikmatan permainan oral, laki laki yang telah mengisi rahimku dengan spermanya adalah tidak lain ayah Devi, teman sepermainanku waktu kecil.
Dunia seakan berputar dan menyempit menjepitku.
“lily…aku…aku tak bermaksud….”
Tak kudengarkan lagi ucapan Pak Yanto atau Om Hary, aku berlari keluar kamar meninggalkannya seorang diri, segera kupacu mobil pantherku menjauh dari tempat itu secapat mungkin. Tak kuhiraukan lagi amplop putih yang kuletakkan di meja tadi.
Sepanjang jalan kusesali ketololanku, pantas saja sejak pertama bertemu aku merasakan wajah itu tak asing lagi dan serasa begitu dekat kukenal, pantas saja aku merasakan rasa aman saat dalam dekapannya sebagaimana kulakukan dulu kalau berantem dengan Devi Om Hari justru lebih sering membelaku daripada anaknya.
Bayangan masa kecil nan bahagia terpampang jelas dalam benakku, semenjak kecil bahkan hingga SMA aku dan Devi tumbuh bersama, sering aku nginap dirumahnya kalau hari libur, begitu juga dia. Kami makan di piring yang sama, tidur di ranjang yang sama dan konyolnya mengagumi cowok yang sama saat kelas 1 SMA namun tak mempengaruhi persahabatan kami karena sama sama tidak mendapatkan cinta cowok itu.
Rumah Devi sebelumnya adalah bertetangga denganku, setelah Om Hari punya rumah sendiri mereka pindah ke daerah Blauran. Karena kami memang teman yang cocok, maka akupun sering minta diantar ke Blauran untuk main ke rumah Devi, begitu juga saat memasuki usia sekolah, kami bersekolah di sekolah yang sama dari TK hingga SMA sampai Om Hari harus pindah rumah karena tugas ke Medan, sejak itulah aku dan Devi putus hubungan. Kejadian itu ketika kami naik dari kelas 1 ke kelas 2, aku ingat betul bagaimana saat itu kami bertangisan di airport Juanda mengantar kepergian Devi dengan keluarganya, dan seminggu sejak itu aku sakit demam.
Aku memang sangat manja kepada Om Hari, nama sebenarnya adalah Haryanto, bahkan sampai kelas 3 SMP masih tanpa malu hanya mengenakan celana dalam dan kaos singlet dihadapannya, padahal buah dadaku sudah mulai terbentuk menonjol. Malahan kalau kulihat Devi sedang dipangku ayahnya, aku ikutan duduk dipangkuannya, itu berlaku hingga kelas 3 SMP, sikap manjaku berubah setelah aku mendapatkan menstruasi pertama yang hampir bersamaan dengan Devi.
Ketika kami masih kecil, belum sekolah, Om Hari sering memandikanku bersamaan dengan anaknya, bahkan kami sering bermain petak umpet saat akan dikenakan pakaian. Ini semua karena saat itu Om Hari masih belum bekerja, semua kebutuhan hidup dipenuhi istrinya yang bekerja di Pemda dan dari mertuanya, jadi Om Hari berperan sebagai ibu rumah tangga saat itu.
Tak terasa airmataku meleleh membasahi pipi, kubiarkan deras mengalir turun. Jalanan Mayjend Sungkono yang macet itu membuat aku lebih bebas ber-nostalgia dengan Om Hari.
“Devi, dimanakah kamu sekarang ? maafkan sahabatmu ini, maafkan aku, bukan maksudku …” teriak batinku tak kuasa melanjutkan, tiba tiba rasa kangen ingin bertemu dengannya begitu besar, namun mengingat kejadian barusan rasanya tak ada muka untuk bertemu dengannya.
Seperti kata Om Hari tadi, dia dulu sering memangkuku bahkan dalam keadaan telanjang, kini dia melakukan lagi walau dalam konteks yang berbeda. Begitu juga kalau dulu sering memandikanku, kini kembali dia memandikanku meski dengan suasana berbeda. Dulu dia menidurkanku kalau aku nginap dirumahnya, kini kembali dia meniduriku dengan tujuan berbeda pula.
Sungguh kusesali kalau Om Hari, ayah sahabat kecilku, kini termasuk dalam daftar puluhan atau ratusan laki laki yang telah meniduriku, menyetubuhiku atau satu dari sekian banyak laki laki yang telah menyiramkan spermanya di rahimku.
HP-ku berbunyi, kulihat nomer tak kukenal, segera kujawab, begitu kudengar suara Pak Yanto atau Om Hari segera kumatika dan selanjutnya tak kuangkat lagi meski berdering puluhan kali.
Kubelokkan mobilku ke Salon langgananku, ingin rasanya menenggelamkan diri di salon itu, melupakan apa yang barusan terjadi. Di salon aku bisa memanjakan diri, mulai dari creambath, mandi lulur dan lain lainnya.
Pukul 21:30 aku keluar dari salon dengan perasaan yang sudah tenang, terlupakan sudah kejadian tadi sore meskipun tidak semuanya, hanya creambath yang kulakukan di salon itu karena sudah mau tutup.
Sesampai dirumah, GM yang memintaku menemui Om Hari tadi meneleponku, tentu saja aku tak cerita siapa sebenarnya Om Hari, GM tadi hanya menyampaikan kalau uangnya dia pegang.
Dari GM itu aku tahu kalau Om Hari sudah sebulan ini menginginkan aku, katanya dia melihatku saat masuk kamar di Hotel Shangri La bersama seorang Om Om chinese.
“katanya dia kenal kamu tapi ragu ragu, makanya minta aku bookingin kamu untuk meyakinkan, sekalian menghilangkan stress katanya” jelas si GM
Nasi sudah menjadi bubur dan sulit bagiku untuk mencegah hal itu terulang lagi karena kalau GM yang mengatur aku nggak bisa tahu tamunya sampai ketemu dikamar seperti kebanyakan, dan itu sudah terlambat.
Kusibukkan sisa malamku dengan teman teman nonton tv, teman temanku juga berprofesi tak beda denganku meski banyak yang berstatus pegawai kantoran atau hostess di night club.
Tengah asik nonton acara tv, si GM tadi meneleponku lagi, memintaku untuk menemani tamunya di Hotel Westin. Sebenarnya aku sudah malas menerima tamu lagi, kejadian tadi sore membuat mood-ku drop dan malam ini tak ada minat untuk bekerja, 4 tamu hari ini sudah lebih dari cukup.
“aku capek Om, ngantuk nih” tolakku halus, tapi GM itu terus mendesak
“kamu nggak usah capek capek, kamu nggak sendirian kok, sudah ada temannya di sana, dia ingin main bertiga, ringankan ? apalagi orangnya ini sudah cukup berumur, mungkin 50 tahunan, jadi tentu nggak tahan lama, nafsunya aja gede” bujuk si GM lagi membujukku.
Akhirnya aku tak tahan menghadapi bujukan si GM, kuterima tawarannya.
Tigapuluh menit kemudian aku sudah berada di lift menuju lantai 8 hotel yang telah kudatangi tadi siang untuk memenuhi pelampiasan nafsu seorang Korea. Sudah sering aku mengalami bolak balik ke hotel yang sama seperti ini.
Seorang laki laki membuka pintu menyambut kedatanganku, tubuhnya agak gemuk hanya tertutup handuk di pinggangnya.
“Malam, dengan Pak Bram ?” tanyaku meyakinkan
“kamu Lily ?… masuk…masuk, kami sudah menunggu” katanya
Laki laki itu tidaklah setua yang dikatakan si GM, mungkin belum berumur 50 tahun. Didalam kamar telah ada seorang gadis yang rebahan di ranjang tertutup selimut, hanya kepalanya yang tampak. Gadis itu tampak cantik tapi terlihat masih muda, terlalu muda malahan, mungkin belum berumur 20 tahun.
“Itu Dita, kalian sudah saling kenal ?” tanya laki laki, kami saling bersalaman memperkenalkan diri.
“kamu langsung aja gabung, kami udah duluan, satu babak malahan” kata Pak Bram
Aku ke kamar mandi melepas semua pakaianku, menyisakan sepasang pakaian dalam purple yang hanya menutupi puting dan segitiga kecil di selangkangan.
Ketika aku keluar dengan handuk tertutup di dadaku, kulihat Pak Bram dan Dita sudah berada didalam selimut, mereka berpelukan dan berciuman, terlihat sekali kalau Dita masih sangatlah muda, terlalu muda untuk orang seusia Pak Bram, ada rasa sayang melihat Dita semuda itu jatuh dalam pelukannya.
“lho kok malu malu gitu, masuk sini biar hangat” perintah Pak Bram.
Kulepas handuk penutup tubuhku lalu aku bergabung dengan mereka.
“bikinimu bagus, tapi lebih bagus lagi kalo bikini itu dilepas” sambut pak Bram seraya menarik tubuhku dalam pelukannya.
Semenit kemudian, tubuhku sudah telanjang dalam cumbuannya, dia melumat bibir sambil meremas remas buah dadaku, sementara Dita hanya diam melihat saja.
“Dita minta teman kalau harus menemaniku sampai besok pagi” Jelas Pak Bram
“habis Om Bram kuat mbak, bisa kewalahan kalau aku harus melayani sendirian” jawab Dita, aku hanya tersenyum. Berdua kami mencumbu Pak Bram bersamaan, aku di sebelah kanan sedangkan Dita di kiri. Pak Bram mulai mendesah saat putingnya kami kulum bersamaan sembari tangan tangan kami mempermainkan penisnya.
Ciuman kami berlanjut ke perut, paha, betis, ketika kusingkapkan selimut penutup tubuh kami, dengan jelas aku melihat buah dada Dita yang kecil ranum dihiasi puting yang masih sangat kemerahan. Aku semakin yakin kalau Dita masih terlalu muda untuk profesi ini, jangan jangan dia masih SMA alias ABG, terlihat dari wajahnya apalagi postur tubuhnya yang belum terlalu matang untuk seorang gadis.
Ciuman kami kembali ke selangkangan, aku mulai menjilati daerah sekitar penis sedangkan Dita menyodorkan buah dadanya yang kecil ranum itu ke mulut Pak Bram. Terdengar desah Dita saat aku mulai memasukkan penis itu ke mulut dan mengulumnya. Kocokanku semakin cepat seiring dengan desahan Dita yang semakin keras meski terdengar agak malu malu.
Aku dan Dita bertukar posisi, Pak Bram meremas remas buah dadaku, mengulum putingnya sambil merasakan kuluman Dita pada penis, aku melirik ke bawah, meski terlihat sangat muda namun sepertinya Dita sudah cukup berpengalaman, dengan asyiknya penis itu keluar masuk mulut yang mungil.
“kamu duluan” bisiknya memberi perintah, sebelum aku menuruti perintahnya kuatur tubuhku hingga posisi 69 dan berbagi penis dengan Dita, bergantian mengulumnya, berpindah dari satu mulut ke mulut lainnya, dua lidah menari nari bersamaan pada penis yang sama. Kurasakan jilatan Pak Bram di vaginaku, tidak istimewa memang tapi cukup membuatku terdesah nikmat dan basah.
Aku menyapukan penis Pak Bram di vaginaku yang sudah cukup basah, perlahan lahan kuturunkan tubuhku hingga penis itu melesak masuk dengan sempurna. Setelah terdiam beberapa detik, aku mulai menggoyangkan pinggulku mengocoknya, meskipun penis itu tidaklah terlalu besar alias rata rata, tetap saja yang namanya penis selalu memberikan kenikmatan apabila berada di vagina, berapapun besarnya atau bagaimanapun bentuknya, tetap saja nikmat.
Sambil merasakan kocokanku, Pak Bram menarik tubuh Dita dalam pelukannya, mereka berciuman, terlihat sekali perbedaan usia yang mencolok antara mereka. Buah dada Dita yang kecil hilang dalam remasan tangan Pak Bram, berkali kali tangan itu berpindah ke buah dadaku, sepertinya hendak membandingkan.
Lima menit aku mengocok Pak Bram sebelum dia minta aku turun dan digantikan Dita, tentu saja vagina Dita lebih sempit, kuyakin itu karena belum terlalu banyak penis yang menikmatinya. Tubuh mungil Dita sudah berada di atas Pak Bram dan mulai turun naik, buah dadanya tidaklah berguncang guncang seperti punyaku, karena memang terlalu kecil, terlihat aneh dan lucu bagiku. Ingin rasanya kuraih dan kuremas buah dada itu, sekedar penasaran saja.
Sambil mengocok Pak Bram, Dita mendesah hebat, merasakan kenikmatan, wajahnya yang putih cantik itu terlihat kemerahan, sebentar lagi pasti orgasme. Pak Bram memintaku naik ke atas kepalanya, dia ingin melakukan oral lagi, kuturuti permintaannya. Posisiku menghadap Dita, sambil mendesah merasakan jilatan Pak Bram, dengan leluasa mengamati wajah Dita yang mulai berkeringat dan semakin cantik saat mendesah nikmat.
Dugaanku benar, Dita menggapai orgasmenya, kepalanya digoyang goyangkan dengan keras sambil memelukku, jeritan orgasmenya terdengar keras dekat telingaku, sedangkan aku sendiri juga mendesah karena jilatan Pak Bram, desahan kamipun bersahutan.
“ganti mbak, lemes aku” bisiknya, padahal baru sekali dia orgasme dan itupun tak lebih 5 menit. Sebelum aku mengganti posisi Dita, Pak Bram sudah meminta dia untuk telentang dan tetap memaksa meskipun Dita minta istirahat dulu atau kugantikan.
Terpaksa Dita menuruti nafsu birahi laki laki seangkatan ayahnya itu, kasihan juga sebenarya melihat Dita yang dipaksa melanjutkan melayani pelampiasan syahwat Pak Bram. Apalagi Pak Bram tidak langsung menyetubuhinya, melainkan memainkan lidahnya pada vagina Dita yang barusan orgasme, sepertinya Pak Bram hendak menghisap cairan orgasme yang ada di vagina Dita. Kulihat dengan jelas bagaimana bibir dan lidah Pak Bram mempermainkan vagina Dita, vagina yang dihiasi sedikit sekali bulu bulu kemaluan yang halus dan terlihat kemerahan bak daging segar didalamnya.
Tubuh mungil Dita benar benar tidak sebanding dengan tubuh Pak Bram yang tinggi dan agak gemuk itu, begitu Pak Bram menindihnya, terlihat Dita seperti hilang dalam dekapannya. Dita mendesah lebih keras saat Pak Bram mulai mengocok vaginanya dari atas, pinggul yang bergerak turun naik itu tampak semakin menekan tubuh Dita dan semakin tidak terlihat.
Kuelus elus punggung Pak Bram sambil memainkan kantong bolanya, kocokan Pak bram semakin cepat dan Dita-pun semakin mendesah hebat.
“egh…egh..sssshhhhh…aduuuh…enak Om..trusss..trussss…Ampuuuuuuun aku…aku keluar lagiiiiiiiii” desah dita nggak karuan hingga tergapai orgasme kedua dalam waktu singkat.
Tangan dan kaki Dita melemas, tidak lagi memeluk Pak Bram, wajahnya merah seperti udang rebus, kasihan juga melihatnya. Aku bersiap dengan posisi merangkak disamping Dita.
“giliranku Pak” kataku menantang sambil menepuk pantatku, sebenarnya sekedar mengalihkan dari Dita.
Pak Bram segera beralih ke vaginaku, Dita menatapku dengan sorot mata terima kasih. Kini giliran Pak Bram mengocok vaginaku, meskipun tidaklah sesempit punya Dita tapi aku yakin permainan otot otot vaginaku akan lebih menimbulkan kenikmatan dibandingkan vagina sempitnya.
Hanya beberapa menit mengocokku dogie, dia memintaku ganti posisi biasa. Badannya terasa berat saat mulai menindihku, ketika penisnya sudah melesak semua, Pak Bram mencium dan melumat bibirku, bersamaan dengan itu penisnya bergerak keluar masuk memompa vagina. Sesekali dia menekan keras pinggulku, seperti hendak memasukkan penisnya sedalam mungkin, desahan kami bersahutan mengiringi permainan, keringat Pak Bram mulai membasahi tubuh kami. Tak lama kemudian kurasakan denyutan pada vaginaku, dia tengah orgasme, dipeluknya tubuhku semakin erat menyatu, jerit orgasmenya terdengar keras dekat telinga. Tubuhnya langsung lemas menindihku seiring dengan berakhirnya denyutan denyutan itu, bebanku terasa semakin berat, apalagi napasnya yang menderu makin menekan di dada.
“bapak hebat deh bisa mengalahkan kami berdua” pujiku bohong sekedar memberi kebanggan pada tamu, itu biasa kulakukan.
“benar kan kataku, mana bisa tahan kalau harus melayani sendirian” timpal Dita
Pak Bram tersenyum bangga sambil berbaring diantara kami berdua.
Sisa malam kami isi dengan satu babak permainan lagi, seperti sebelumnya, dia terlalu hebat buat Dita tapi tidak bagiku. Babak kedua kembali Dita mendapat 2 kali orgasme sebelum Pak Bram mendapatkan orgasme dariku, sedangkan aku sama sekali gagal mendapatkan orgasme meski aku berusaha tapi Pak Bram terlalu cepat untukku.
Dengan tubuh masih telanjang, kami tidur bersama, tentu saja Pak Bram berada di tengah bak raja semalam.
Keesokan paginya Dita bangun terlebih dahulu dengan panik.
“wah gawat, kesiangan” umpatnya sempat terdengar olehku, ketika kutoleh dia sudah tidak berada di ranjang, ternyata dia sudah di kamar mandi. Aku menyusulnya, betapa terkejutnya ketika kulihat Dita tengah mengeluarkan seragam sekolah dari tas ranselnya. Kubaca badgenya, ternyata sebuah SMA favorit di Surabaya, untuk masuk ke sekolah itu tentu haruslah anak pintar atau kaya, atau keduanya.
“mbak mau tolong aku nggak ? anterin aku ya…please, ntar terlambat kalo naik taxi, mana macet lagi jam segini” Dita memohon dengan manja. Jam sudah menunjukkan pukul 6 lewat, berarti kami tidur hanya 4 jam.
“kemana ?” tanyaku masih tidak percaya kalau Dita akan berangkat ke sekolah langsung dari Hotel tempat dia menemani laki laki seusia ayahnya.
Aku menyanggupi setelah dia menyebutkan tempat sekolahnya, nggak terlalu jauh sih. Untuk mempersingkat waktu kami mandi bareng. Saat mandi kuamati tubuh Dita lebih seksama, wajahnya cantik imut bak cover girl, kulit putih dengan tubuh tidak tinggi cenderung mungil, mungkin 155 cm dan buah dada belum tumbuh sempurna, benar benar terlalu kecil untuk masuk dunia seperti ini.
“tetek mbak bagus, montok, pasti padat” komentarnya sambil hendak menyentuhku ragu ragu, aku hanya mengangguk mengijinkannya untuk menyentuh. Akupun balas menyentuh dan meremasnya, bukan sekali ini aku meremas buah dada sesama jenis, tapi kali ini sungguh berbeda karena memang belum terbentuk sempurna, masih mungkin untuk tumbuh lagi.
“mbak jangan marah ya, waktu kulihat mbak main sama Om Bram, aku kasihan gitu, eman eman dan sayang melihat mbak yang cantik digituin sama orang setua Om Bram, nggak pantas dia untuk mbak Lily” katanya sambil menyiramkan air hangat ke tubuhnya. Tentu saja aku kaget mendengar pengakuannya, sedari tadi perasaan seperti itu selalu muncul dalam pikiranku tapi kini justru dia yang mengatakan hal yang sama untukku.
Ketika kami keluar masih dalam keadaan telanjang karena semua handuk berada di sofa, ternyata Pak Bram sudah bangun sedang melihat liputan 6 pagi dari SCTV, dia juga masih telanjang.
“wah kalian mandi bareng rupanya, tahu gitu aku ikutan mandi” komentarnya melihat tubuh telanjang kami masih basah.
“aku ganti baju dulu ya” kata Dita setalah mendapatkan handuk
Aku juga mau mengikuti Dita ganti baju tapi Pak Bram menarikku dalam pangkuannya.
“kita main sekali lagi, yang cepat cepat saja, dia kan berangkat ke sekolah tapi kamu kan bebas” katanya. Aku hendak menolak tapi dia sudah melumat bibir dan meremas buah dadaku.
“oke..oke..tapi cepat aja ya, soalnya aku mau ngantar Dita, kasihan kan kalo sampai terlambat” kataku setelah terlepas dari ciumannya sambil melorotkan tubuh diantara kakinya.
Dua tiga menit kukulum penisnya hingga benar benar tegang, setelah itu aku berdiri dan membungkuk, tanganku tertumpu pada meja bersiap menerima kocokan Pak Bram dari belakang. Kubuka kakiku lebar ketika penis Pak Bram menyentuhku, sambil berdiri kami bercinta dengan gaya semi dogie.
“mbak, buruan, udah siang nih, terlambat deh” Dita mengagetkan kami yang tengah bersetubuh, kulihat dia mengenakan celana jean dan seragam atasnya tertutup jaket pink untuk menutupi seragam sekolahnya.
Pak Bram mempercepat kocokannya, begitu juga aku semakin cepat menggerakkan pinggul, kami berdua bercinta bak dikejar hantu. Untunglah tadi sudah kubuat Pak Bram setengah jalan menuju orgasme saat kukulum penisnya, tak lama kemudian diapun menyemprotkan spermanya di vaginaku.Segera kucabut penis itu setelah tak ada lagi denyutan, aku buru buru mencuci vaginaku dengan air, tanpa mengenakan pakaian dalam lagi kukenakan pakaian dan tidak ada waktu untuk make up.
Setelah masing masing menerima amplop dari Pak Bram, aku dan Dita keluar kamar meninggalkannya, dia melepas kami dengan kecupan di pipi seperti seroang ayah melepas kepergian anaknya ke sekolah.
Jalanan mulai macet, Dita tampak gelisah.

Call Girl part 2

“aku yakin nggak terlambat kok, masih ada waktu, kita lewat jalan tikus saja” kataku saat di perjalanan mengantar Dita. Ditengah kemacetan itu Dita mengganti celana jeans-nya dengan rok seragam sekolah, dilipatnya celana jeans dan jacket lalu dimasukkan dalam tas rangselnya.
Kini kulihat Dita sangat jauh berbeda dengan Dita semalam, Dita sekarang adalah seorang anak sekolah yang cantik dan ceria, dengan wajah yang cantik, imut dan innocent, tak jauh beda dengan ABG lainnya. Kalau saja aku tidak mengalami sendiri semalam, pasti sulit untuk percaya bahwa ada sisi kehidupan lain Dita yang tak berbeda denganku.
Disela sela kemacetan Dita bercerita kalau keperawanannya diambil pacarnya yang juga kakak kelas saat ulang tahunnya ke-17, dan mereka putus ketika pacarnya itu lulus SMA. Kini Dia kelas 3 dan sedang berpacaran dengan seorang anak kuliahan. Dua hari sekali mereka ketemu dan selalu melakukan hubungan sex. Atas bujukan temannya, Dita mau menerima bookingan laki laki.
“kamu kan udah nggak perawan, main sama satu orang atau dengan banyak orang itu nggak ada bedanya, tetap juga selingkuh dan tetap juga nggak perawan, mendingan sama laki laki yang sudah punya penghasilan, udah dapat enak dapat duit lagi” bujuk teman Dita. Mulanya dia memilih laki laki yang membookingnya, tapi setelah berjalan 3 bulan dia menyerahkan urusan “marketing” pada seorang GM atas “jasa” temannya itu. Semenjak itu dia memilih Kos di tempat dekat sekolahan dengan alasan capek kalau harus pulang balik ke rumahnya yang jauh terletak di daerah Tandes. Sebenarnya orang tua Dita cukup berada, materi tidak kurang untuk kehidupan yang wajar, bahkan Dita diberi motor ketika mulai kos.
Dengan hidup berpisah dengan orang tuanya, Dita bisa bebas menerima tamu kapan saja selama tidak berbenturan dengan jadwal sekolahan seperti ujian maupun extra kulikuler wajib lainnya. Kalau sebelumnya hanya menerima laki laki setelah pulang sekolah dan sore harus pulang ke rumah, kini dia bisa bebas bahkan sampai bermalam seperti barusan juga bukanlah masalah.
“setahuku ada 6 anak yang sama seperti aku ini disekolah, bisa jadi lebih” katanya
Setiap Hari Sabtu dan Minggu dia pulang ke rumah, hanya sesekali saja tidak pulang kalau ada ketiatan sekolah atau ada bookingan keluar kota, tentu saja alasannya kegiatan sekolah juga. Dita membatasi bookingan hari hari itu sebulan sekali supaya orang tuanya tidak curiga.
Masih banyak yang ingin kutanyakan darinya, tapi mobilku sudah berada didepan sekolahnya 3 menit sebelum pukul 7, berarti belum terlambat.
“jangan salah mbak ya, meskipun begini ini, aku selalu masuk rangking 5 besar disekolah dan sebentar lagi masuk Universitas Indonesia tanpa tes, lima tahun lagi mbak akan mendengar nama dr.Dita Anggraeni, dan kalo saat itu sudah terjadi aku janji akan mencari mbak” katanya sambil turun dari mobilku berbaur dengan teman temannya, meninggalkan aku yang masih melongo dengan ucapannya barusan, tak ada beda lagi antara Dita yang berseragam sekolah dengan murid lainnya.
Kuamati terus Dita hingga ke pintu gerbang sekolah, tapi sebelum masuk pintu gerbang sekolah dia berlari ke arahku.
“mbak jaga diri baik baik ya, dan….. aku nggak pake celana dalam lho” katanya lalu berlari meninggalkanku.
“dasar pelacur cilik” umpatku dalam hati melihat Dita sudah menghilang dibalik Pintu Gerbang.
“Ly, ada tamu minta nginap malam ini bisa nggak ?” tanya GM melalui hp pada suatu sore.”bisa sih tapi agak maleman, mungkin setelah jam 9 malam gitu, gimana ?” jawabku karena udah ada bookingan dari GM lain nanti jam 6 di Hotel Sahid tapi nggak nginap.”lebih sore nggak bisa ?” jawabnya lagi dengan nada memaksa “terlalu mepet waktunya, ntar dibilang nggak bisa on time”"lagi ada orderan yaaaa, dari siapa sih” tanyanya penasaran”ada deeeeh, di mana nanti ?”"Sheraton, ntar telpon aku kalo udah selesai, bikin lebih cepat ya, orderan gede nih”"ya bossss” jawabku mengakhiri pembicaraan
Setelah melayani tamuku di Hotel Sahid (tidak perlu diceritakan bagaimana jalannya permainan karena biasa biasa saja, tidak ada yang istimewa), aku langsung meluncur ke Hotel Sheraton, hanya perlu 10 menit untuk mencapai tujuan. Setelah kuberikan mobil pada Valet Parking aku masuk ke lobby menuju Bongo’s, tidak banyak tamu yang ada disitu, maklum masih terlalu sore untuk tempat macam Bongo’s. Jarum jam masih menunjukkan pukul 19:50 saat aku memesan minuman kesukaanku, 10 menit kemudian si GM datang menghampiriku, tak lama, lalu kami menuju ke lantai 8.”Pak Jacky, ini Lily yang kuceritakan tempo hari, aku nggak bohong kan ?” sapanya ketika pintu kamar di buka.Seorang laki laki menyambut kedatangan kami di kamarnya, dia berbicara sebentar dengan GM yang membawaku, tak lama kemudian tinggallah kami berdua di kamar.”aku mau kamu temani kami selama di Surabaya, mungkin sampai lusa, nggak apa kan ?” tanyanya sambil menyalakan Marlboro-nya.”kami ?” aku sedikit terkaget, si GM itu tak memberitahukannya.”ya, aku dan istriku” jawabnya sambil mengepulkan asapnya tinggi tinggi.”jangan khawatir, istriku tidak tahu siapa kamu, ntar bilang aja kita teman lama, beres kan” lanjutnya seolah menjawab keterkejutanku.”seharian penuh ?” tanyaku, kukira cuma nemanin malam saja.”ya, siangnya kamu ajak dia jalan jalan ntar malamnya temanin aku di kamar ini, udah kubooking 2 malam”
Aku yang sudah biasa menemani tamu yang agak aneh kali ini masih juga terkejut dengan kenekatan tamuku ini, sudah diikuti si istri masih juga mencari wanita lain. Dengan booking 24 jam seperti itu berarti aku tidak mungkin menerima tamu lain, berarti hilanglah orderan yang rata rata 2-4 kali sehari.”terserah BApak saja, aku sih ngikutin” jawabku lalu permisi ke kamar mandi.Di kamar mandi diam diam kuhubungi si GM, menceritakan rencana tamuku ini. Dia hanya tertawa saja ketika kutanyakan soal pengaturan pembayarannya, tentu dia harus bisa mengganti “kerugian” ku akibat tidak terima tamu selama menemani mereka.”jangan khawatirkan itu, yang jelas akan lebih banyak dibanding kalo kamu terima tamu 3 kali sehari, aku jamin itu” katanya menenangkan hatiku.
Siraman air hangat yang membasahi tubuhku sangat menyegarkan dan menghilangkan rasa penat setelah seharian bekerja melayani 2 tamu. Sekeluar dari kamar mandi dia sudah di ranjang tertutup selimut, kulihat pakaiannya tergeletak di sofa, berarti dia tidak mengenakan pakaiannya lagi dibalik selimut itu.Tanpa banyak bicara, Pak Jacky menarikku ke pelukannya, handuk yang menutupi tubuhku melayang sedetik kemudian seiring dengan cumbuan dan lumatan di bibirku. Tubuhku segera mengikutinya masuk dalam selimut, dibawah selimut kami saling berpelukan dan berciuman penuh gairah.
“kamu memang secantik dan se-sexy apa yang diceritakan” katanya sambil melumat bibir, lidahnya menyusuri leher hingga berhenti di putingku, dikulumnya dengan gigitan gigitan ringan, akupun mulai mendesis dan semakin keras dikala bibirnya mulai menyentuh klitorisku. Aku sebenarnya agak risih juga bila seorang laki laki dengan gairahnya mengulum dan menjilati vaginaku padahal belum satu jam yang lalu laki laki lain menumpahkan spermanya di lubang yang sama, tapi kebanyakan mereka salah mengerti penolakanku mengenai hal ini, tentu saja aku tak mungkin bicara terus terang.Justru semakin aku menolak kebanyakan mereka semakin bergairah memainkan lidahnya, akhirnya akupun tak peduli, toh aku sudah peringatkan.Cukup lama juga kepala Pak Jacky berada di selangkanganku sebelum kami ber-69, penisnya yang tidak terlalu besar begitu keras kurasakan saat mulai keluar masuk mulutku, begitu juga lidahnya semakin liar menari nari di bawah.
Beberapa menit kemudian dia sudah mengocokku dari atas, tak ada yang istimewa darinya, tapi kulihat Pak Jacky begitu bersemangat, tak lebih 3 menit keringat sudah mengucur mambasahi tubuhnya. Wajahnya yang putih tampan terlihat memerah terbakar nafsu dan 2 menit kemudian menyemprotlah sperma Pak Jacky menyirami liang vaginaku. Aku menjerit terkaget mengiringi jeritannya, banyak sekali sperma yang ditumpahkannya, lebih dari 10 denyutan kuhitung, sebelum tubuhnya lemas menindihku dengan napas yang masih menderu.
“kamu memang menggairahkan” komentarnya setelah turun dari tubuhku dan telentang disamping.Aku tidak menanggapi komentarnya,kuusap keringat dari tubuhnya dengan sprei lalu kumasukkan penisnya ke mulutku, dia terkaget menjerit namun tak menolak, hanya desah geli yang kudengar, tapi tak berlangsung lama saat dia minta berhenti.
“gila, belum pernah aku dikulum setelah keluar gitu” katanya sambil membelai rambutku yang tergerai di atas dadanya.
Kami berpelukan telanjang, menurunkan tegangan yang ada.
Setelah beristirahat hampir satu jam, babak kedua berlanjut, kali ini aku aku diposisi atas.Perlahan tubuhku mulai naik turun dan semakin cepat, dia mendesah sambil meremas remas buah dadaku.”ooouuuhhhh…sssssshhhh…trusss…yaaaa.. .trusss Lita…trusss..ya gitu Lita” desahnya menyebut nama seseorang entah siapa, tapi aku tak pedulikan, toh kuanggap bagian dari fantasy laki laki.Dengan posisi di atas aku memegang peranan, begitu kulihat dia sudah hampir mencapai puncak, kuhentikan gerakanku untuk menurunkan tegangannya, untungnya dia mengikuti permainanku sehingga bisa berlangsung lebih lama dari tadi, namun demikian tak lebih 10 menit diapun harus menyerah dalam serbuan birahinya sendiri. Orgasme kedua dia alami, padahal aku belum apa apa.
Babak ketigapun kami lalui dengan tanpa “greget” bagiku, semua biasa biasa saja meskipun aku tahu Pak Jacky berusaha keras untuk memuaskanku tapi dia tidak berhasil melakukannya.Hingga pukul 12 tengah malam kami melakukannya sekali lagi, 4 babak telah kami lalui dengan cepatnya tanpa satu orgasmepun kuraih, apalagi babak terakhir dia minta orgasme di mulut.
Beberapa menit kemudian dia meninggalkanku sendirian di kamar itu, untuk kembali ke pelukan istrinya yang tinggal satu lantai di atas kamar ini. Laki laki, kalau sudah dilanda birahi, nalarpun terabaikan, begitu nekat dia melakukan hal seperti ini, belum pernah aku menemui tamu yang senekat ini.
Akupun karena kelelahan kurang tidur sejak kemarin, tertidur pulas tak lama sepeninggal Pak Jacky, bekas sperma masih tersisa di vaginaku tanpa sempat membersihkannya.
Keesokan paginya aku terbangun bunyi telepon, hanya Pak Jacky dan si GM yang tahu aku dikamar ini, pasti salah satu dari mereka.
“Pagi sayang” sapa suara yang tak kukenal yang aku yakin suara Pak Jacky
“pagi juga sayang” jawabku tak kalah mesra meski kubuat buat.
“gimana tidurnya ? nyenyak ? kalau kamarnya kurang enak upgrade aja kamarnya ntar siang” lanjutnya
“kok pagi pagi udah bangun Pak” tanyaku kembali ke kebiasaanku yang hampir selalu memanggil Pak pada tamu yang baru kukenal.
“sekarang udah jam 8 sayang, udah waktunya kerja cari duit” jawabnya, aku hanya tersenyum karena memang jam segini bagiku masih sangat terlalu pagi untuk cari duit.
“gimana tidurnya ? nyenyak ? atau malah belum tidur ngelanjutin sama ibu ?” godaku dengan nada canda
“mana bisa lagi, kamu habisin semuanya, udah nggak ada tenaga lagi, habis bis bis bissssss”
Akhirnya dia memberi tahu skenarionya dan acaranya selama di Surabaya.Dia berusaha menjelaskan tentang masa lalunya dan akupun berusaha mengingatnya supaya tidak canggung saat berhadapan dengan si istri, tak lupa dia berpesan supaya aku mengaku seorang bisnis woman,terserah apa saja asal bukan wanita panggilan seperti ini.
“oke, ntar makan siang aku kenalkan istriku, jangan bilang kalo kamu nginap disini dan jangan lupa pakai pakaian kantoran sewajarnya, kita ketemu di lobby jam 12 nanti” pesannya mengakhiri briefing.
Aku sama sekali tak mempersiapkan pakaian ganti apalagi pakaian kantoran, jadi terpaksa harus pulang dulu.Meskipun tempat kost-ku tidak jauh tapi aku tak mau terlambat janjian ntar siang, segera aku mandi dan bersiap pulang.Tepat pukul 9:30 pagi aku sudah berada di lobby, kulirik sekitar, tak terlihat Pak Jacky disekitar situ.
Ketika aku sedang menunggu mobil yang diambil petugas valet, hp-ku berbunyi.
“sombong ya nggak mau nyapa” kata suara dari seberang tanpa basa basi, kulihat dilayar hp tertulis nama Dodi, salah seorang tamu langganan favoritku.
“eh dimana kamu ?” tanyaku kaget, tumben sepagi ini sudah telepon
“ada disekitar kamu yang memakai kaos pink dengan celana jeans street, tampak sexy deh kamu kalau begitu” godanya, aku membalikkan badanku dan kembali ke lobby mencari cari sosok Dodi berada, namun tak kutemukan.
“nggak usah celingukan gitu, ntar dikira anak kehilangan bapaknya” katanya dari telepon, berarti dia memang di daerah lobby.
Kusapukan mataku ke pelosok lobby, namun tak kulihat juga tampangnya, hingga kurasakan colekan di pundakku dari belakang.
“sialan kamu” kataku sambil mematikan hp, kulihat panther-ku sudah siap di depan.
“habis kerja ya, kok tumben pagi pagi gini sudah beredar” godanya.
Hampir 1 bulan Dodi tak mem-booking-ku, terlihat wajahnya tambah segar dan ganteng, ingin rasanya kupeluk dan kurasakan kerinduan akan cumbuan serta permainan ranjangnya.
“kamu sombong sekarang nggak mau telepon aku lagi, terakhir kan saat di tretes itu, lama banget” sapaku, petugas valet mendatangi dan memberitahu kalau mobilnya sudah siap, aku suruh pinggirin dulu karena ingin ngobrol lebih lama dengan Dodi.
“kapan dong kita ulangi lagi” tanyaku merajuk
“sekarang juga boleh” jawabnya sambil menatapku tajam, kalau saja aku tidak sedang “on book” tentu kesempatan ini tak kusia siakan, apalagi semalam aku sama sekali tak mengalami orgasme meskipun main 4 babak.
Aku terdiam mempertimbangkan ajakannya sambil melihat jam tangan yang sudah menunjukkan pukul 10, berarti hanya tersisa 2 jam, padahal aku harus pulang mengambil pakaian dulu, terlalu buru buru.
“gimana, kalo oke mumpung aku lagi buka kamar untuk tamuku nanti siang, jadi bisa kita pake dulu” desaknya. Aku bingung, di satu sisi aku harus menghormati Pak Jacky yang telah mem-booking penuh namun di sisi lain akupun ingin mereguk kenikmatan bersama Dodi, yang mana tidak kudapat dari Pak Jacky dan bakalan tak akan kudapatkan dalam 2 hari kedepan.
“jangan sekarang Dod, lusa aja ya, aku lagi banyak kerjaan nih” bujukku, tapi Dodi sepertinya tahu isi hatiku yang tengah haus akan kenikmatan birahi, dia maunya sekarang atau nggak.
“janji deh, lusa aku milikmu, seharian atau sehari semalam juga nggak apa” kataku sudah mulai lemah posisiku, tapi dia tetap bersikeras.
Karena sama sama bersikeras, akhirnya sama sama gagal, kulihat tatap kekecewaan dimatanya begitu juga aku, harus memendam kedongkolan, dasar laki laki tak mau mengalah sedikitpun.Awas kalau lusa jadi, akan kukerjain kamu, janjiku dalam hati.
Setelah menyelipkan 20 ribuan pada petugas valet yang sudah kukenal, kupacu mobilku menuju tempat kost. Sepanjang jalan aku menggerutu mengumpat Dodi yang keras kepala, padahal kalau dipikir tentu tak ada yang salah, toh lusa aku bisa menghubungi dia lagi dan dengan bujuk rayu seperti biasa hampir dipastikan aku dapat menggiring dia ke tempat tidur. Tapi itu masih 2 hari lagi, padahal aku perlu pelampiasan sekarang.
Sesampai di tempat kos, segera kupilih pakaian yang hendak kubawa, baik itu pakaian resmi, maupun santai termasuk pakaian dalam sexy dan lingerie.
Kukenakan rok biru tua selutut berpadu dengan blazer menutupi kaos putih yang ketat membalut tubuhku. Kuamati penampilanku di kaca, tampak seperti layaknya orang kantoran, rambutku kukuncir kebelakang dan kusapu wajahku dengan make up tipis untuk lebih memberikan kesan wanita kantoran.
Kupacu kembali mobilku menuju ke hotel, lebih baik aku menunggu di kamar daripada terlambat, pikirku.Tak lebih 30 menit kemudian aku sudah kembali berada di lobby hotel, dengan langkah kaki cepat seolah seorang bisnis woman sedang dikejar waktu, kulalui lobby hotel tanpa melihat sekeliling, langsung menuju Lift.Ketika aku sedang menunggu lift, kurasakan seseorang menggamit pundakku, ketika kutoleh ke belakang, ternyata berdiri di Dody dengan senyumannya yang masih menawan.
“eh kok kamu masih disini” tanyaku terkaget polos tak menyangka dia masih berada di situ.
Sebelum dia menjawab, pintu lift terbuka.”sorry aku duluan yaa” pamitku tanpa menunggu jawaban darinya, namun tanpa kuduga diapun ikutan masuk lift.Di dalam Lift, kebetulan hanya kami berdua, Dody langsung memelukku dari belakang, aku terkaget dan panik tapi dekapannya begitu kuat disusul remasan tangannya pada buah dadaku, bersamaan dengan itu dia menciumi tengkukku.
“gila kamu Dod, nekat” kataku disela kepanikan tanpa ada niatan untuk meronta, malah mulai menggelinjang ketika bibirnya menyentuh telinga.Aku yang sedari tadi memang “kehausan”, tak menyia nyiakan kesempatan ini, tanganku segera menggapai diselangkangannya, begitu kudapati yang kutuju dan sudah mengeras segera kuremas remas.Lift berhenti di lantai 5, seorang bapak bapak masuk, sesaat dia menatapku tajam lalu berbalik membelakangi, tentu saja kami tak bisa melanjutkan lagi.
“ketempatku aja dulu” bisik Dody, aku menatapnya berusaha menolak tapi dia memegang tanganku erat. Lantai 8 tempatku sudah berlalu dan ketika sampai di lantai 11 pintu lift terbuka, Dody memberiku isyarat untuk keluar, akupun hanya nurut saja tak mau terdengar ribut di depan bapak itu.
“Dod, aku nggak bisa sekarang, ada janjian jam 12 nanti” kataku terus terang sambil berjalan menuju kamarnya.
“sebentar aja kok, kita quicky deh” katanya sesampai didepan kamarnya. Aku tak bisa mundur lagi saat dia menarikku masuk dan memang tak ada niatan mundur, masih ada waktu paling tidak 30 menit.
“oke tapi sebentar aja, swear ?” kataku karena aku tahu tidaklah mungkin bagi dia hanya menikmati diriku selama itu, jauh dari cukup.
“swear, bahkan sebelum kamu melepas pakaianpun aku udah selesai” katanya sambil mengacungkan dua jarinya seperti orang bersumpah.Sebelum sempat aku melepas baju, Dody sudah menubrukku hingga tersandar di meja kerja.
“Dod, ntar bajuku kusut nih” kataku ditengah sergapan penuh nafsu bibirnya yang menghunjam di bibirku, tapi dia tak peduli malahan semakin liar meremas remas buah dadaku menambah kusut baju katun yang memang mudah kusut itu.
“kamu terlihat lain dengan pakaian seperti ini, makin sexy dan menggemaskan” bisiknya sambil menciumi leherku, tangannya tak pernah beranjak dari dadaku.
Aku menyerah pasrah saat 2 kancing atas terlepas dan kepala Dody menyusup diantara kedua bukitku, desah perlahan mulai meluncur dari bibirku ketika putingku tersentuh lidah dan bibirnya. Kuremas remas kepalanya dan kulebarkan kakiku saat jari jemari Dody berada diselangkangan.Semenit kemudian, aku sudah telentang di atas meja dengan kaki terpentang lebar dan kepala Dody berada di antaranya. Desah kenikmatan semakin lancar meluncur dari bibirku karena jilatan Dody pada vagina, sesekali kujepit kepala itu dengan kedua pahaku. Celana dalam yang super mini tidaklah terlalu mengganggu meski tak dilepas dan memang tak terlihat ada niatan Dody untuk melepasnya. Bibir dan lidah itu dengan liar menari nari, menyusuri daerah selangkangan membuatku semakin menggelinjang dalam nikmat.Aku tak mau terlalu terhanyut dalam buaian birahi Dody, waktu semakin pendek sebelum pukul 12 siang, tak sempat lagi untuk foreplay yang lama seperti biasanya.
“ugh..masukin Dod” pintaku, tapi dia masih juga asik menikmati selangkanganku, maka kutarik kepalanya naik.”nggak ada waktu lagi” bisikku manja, untung dia mengerti dan membalas dengan tersenyum nakal.
Tanpa melepas celana dalamku dan hanya mengeluarkan penis dari lubang resliting celananya, dia menyapukan penisnya ke bibir vaginaku yang sudah basah kuyup.Bersamaan dengan melesaknya penis yang besar itu mengisi vaginaku, hp-ku berbunyi, aku yakin betul bahwa itu Pak Jacky. Kuminta Dody mengambilkan tas Eigner-ku, tanpa menghentikan sodokannya dia meraihnya dan memberikan padaku, segera kuambil hp, ternyata benar dugaanku, Pak Jacky.
“halo sayang” sapanya dari seberang sana
“ya sayang…..” jawabku karena dia juga memulai dengan kata yang sama.
“udah sampai mana ?” tanyanya
“…..aku udah dijalan kok,macet nih…..tapi udah dekat, paling 15 menit lagi nyampe” jawabku sambil merasakan nikmatnya kocokan Dody dengan penisnya yang semakin keras menghunjam diiringi remasan kuat di buah dadaku.
Pak Jacky kembali mengingatkan skenarionya tapi aku tak bisa sepenuhnya konsen pada ceritanya karena perhatianku terbagi dengan Dody yang semakin nakal mempermainkan emosiku.
“ya..ya…mengerti..trus…apa ? yaa….beres Pak…” hanya itulah kata kata yang bisa kuucapkan, antara menanggapi ucapan Pak Jacky dan sodokan Dody.
“….siap Boss, ntar aku kabari begitu sampai….daaaag sayang” kataku mengakhiri pembicaraan, takut aku tak tahan lagi menahan kenikmatan yang tengah melanda.
Meja itu bergoyang keras seirama gerakan Dody terhadapku,di atasnya kami masih bersetubuh dengan pakaian lengkap meski pakaianku sendiri sudah berantakan tak karuan, antara pakai atau tidak sepertinya tak ada bedanya, dengan bebasnya dia mengacak acak penampilan dan make up yang sebenarnya untuk Pak Jacky. Dan dengan bebas pula dia mengaduk aduk vaginaku yang seharusnya masih “jatah” Pak Jacky. Akhirnya akupun tak peduli, siapa yang membayarku dialah yang berhak mendapatkannya, money is money and fun is fun.
Kegairahan Dody ikut memacuku dan serasa menantang untuk segera menyelesaikannya tidak lebih dari 15 menit seperti janjiku pada Pak Jacky, biasanya kami melakukan lebih dari 30 menit dan sekarang harus dipercepat. Aku lebih nyaman kalau bercinta dalam keadaan telanjang tapi dia tak mengijinkanku melepas pakaian.Dengan pakaian berantakan, akupun mengimbangi permainannya, kami berdua bergerak liar seakan berkejaran dengan setan birahi. Dari posisi telentang, Dodi membalik tubuhku hingga tengkurap di atas meja, dalam posisi tak berdaya seperti itu dia menyodokkan penisnya semakin keras dan cepat, tak dihiraukan desah dan jerit kenikmatan yang meluncur dari mulutku.
“rasakan ini Pelacur !!!!” hardiknya sambil menghentak keras, aku menggeliat, sudah menjadi kesenangannya untuk selalu mengumpat dengan kata kata kotor saat kami bercinta, dan itu membuatnya semakin bergairah. Tak jarang dia meludahi tubuh dan wajahku ketika bersetubuh, bagiku semua itu adalah bagian dari fantasy laki laki yang merasa superior di atas wanita, meski itu tidaklah selalu benar dan selama tidak ada kekerasan fisik aku masih bisa menerima segala macam penghinaan seperti itu, toh itu hanyalah sesaat dan dia pasti minta maaf setelah kami selesai melakukan persetubuhan.Beragam kata kata hina dan melecehkan terus meluncur deras dari mulutnya selama kami bersetubuh, dan selalu dibarengi dengan sodokan keras yang membuatku menggeliat.
Dua kali kudapatkan orgasme darinya ketika akhirnya Dody menumpahkan spermanya memenuhi vaginaku, entah berapa denyutan kurasakan melanda kuat didalam, hanya kenikmatan dan kenikmatan yang kurasa.Tanpa mempedulikan aku yang tengah mengerang dalam lautan kenikmatan, dengan kasarnya dia menarik keluar penisnya, bergeser ke arah kepala lalu menyapukannya ke wajahku. Make up yang sudah awut awutan semakin berantakan bercampur cairan sperma, terakhir yang dia lakukan adalam memasukkan penis itu ke mulutku dan mengocoknya, semakin berantakanlah lipstik yang menghiasi bibir merahku.
Vaginaku masih terasa panas agak pedih saat Dody memasukkan penis kembali ke sarangnya, tanpa dibersihkan, mungkin dianggap sudah bersih dengan mulutku.Beberapa saat aku masih tetap tengkurap di atas meja sampai nafasku normal kembali, Dodi sudah merapikan pakaiannya yang memang tidak terlalu acak acakan.
“kalau udah selesai, tutup pintunya” katanya sambil melemparkan beberapa lembar 50-ribuan, lalu diapun meninggalkanku seorang diri dikamar, tak ada sama sekali romantisme darinya seperti biasanya, mungkin dia cemburu atau entahlah.
Kupunguti satu demi satu lembaran uang yang berserakan dikamar, tak kuhitung lagi lalu kumasukkan ke dalam tas eigner yang selalu setia menemani.Pakaian yang menempel di tubuhku benar benar acak acakan, tak tampak lagi keanggunan yang kuperlihatkan 15 menit yang lalu, aku berusaha merapikan tapi kusut sekali dan tak mungkin dirapikan begitu saja. Akhirnya kuputuskan untuk berganti pakaian, kucari pakaian yang sesuai dari dalam tas pakaian yang kubawa tadi.
Setelah membersihkan diri tanpa mandi, ber-make up dan ganti pakaian, aku keluar kamar itu. HP berbunyi saat aku menuju didepan lift hendak turun.
“ya Pak, udah sampai sih, ini mau turun kok” jawabku tanpa sadar kalau sebenarnya aku harus naik dan bukan turun.Lift terbuka, ada 2 orang laki laki di dalam, mereka menyambutku dengan senyum ramah cenderung nakal, apalagi sorot mata yang genit melototi lekuk tubuhku. Dengan mengenakan rok agak mini, sejengkal di atas lutut dan tank top yang ditutupi blazer biru, tentu tak bisa menyembunyikan lekuk dan kemontokan tubuhku.Aku tak risih dipolototi seperti itu, tapi tetap diam saja acuh, kalau saja mereka tahu siapa diriku, aku sangat yakin mereka akan tertarik untuk mem-booking. Tatapan mata itu harus berakhir saat lift berhenti di lantai 8, dan aku keluar.
Ketika kuhubungi hp Pak Jacky, ternyata yang menerima seorang wanita, aku langsung berpikir cepat bahwa itu adalah istrinya.
“mbak Lita Ya ? Jacky ada mbak ?” tanyaku sok akrab dengan memanggil Jacky tanpa Pak, supaya dia tidak curiga”oh, mbak Lily ya, dia lagi mandi tuh, naik aja deh kesini aku juga baru bangun kok, nggak tahu tumben dia mandi lagi setelah dari luar tadi” ajaknya akrab sambil menyebut nomer kamarnya.Aku terdiam, sejenak mulai curiga jangan jangan mereka termasuk pasangan suami istri yang nyeleneh yang harus kulayani berdua seperti yang kualami sebelumnya.
“mbak mau naik atau nunggu di lobby ?” sambung Lita, tentu saja dia tidak tahu kalau aku lagi di kamar yang semalam kupakai memacu nafsu dengan suaminya.
“em, kalau nggak ngganggu sih, lagian nggak enak bengong sendirian disini” kataku”ya udah, naik aja” katanya sambil mengakhiri pembicaraan, akupun segera beranjak menuju kamar yang disebutkan.
Begitu pintu kamar itu dibuka, tampaklah sosok wanita cantik dengan wajah polos tanpa make up, masih mengenakan gaun tidur yang sexy, aku tertegun dengan kecantikannya. Wajah itu serasa begitu kukenal tapi aku agak samar samar dimana.”Dasar laki laki, udah punya istri cantik masih juga cari sampingan” umpatku tentu saja dalam hati.
“Lily ya, masuk dulu mbak, dia mandinya lama biasanya, oh ya aku Lita istrinya” sapanya sambil mempersilahkan masuk dan kamipun berciuman pipi.
“sorry berantakan nih, habis tadi aku masih tidur hingga tak sempat nyuruh room boy untuk ngeberesin” katanya sambil membereskan beberapa baju yang berserakan dan dimasukkan ke lemari, sepintas ada juga pakaian dalam sexy diantaranya,akupun berprasangka kalau mereka barusan bercinta.Aroma asap rokok masih kuat tercium di kamar, kulihat setengah rokok seperti baru saja dimatikan karena masih ada sedikit asap yang mengepul, sepertinya Lita yang barusan merokok.Beberapa majalah tertumpuk di meja, barulah aku menyadari kalau Lita adalah salah seorang peragawati yang menghiasi salah satu sampul majalah itu, pantesan tak asing lagi wajah cantiknya.
“itu memang aku, tapi sudah 2 tahun yang lalu sih” rupanya Lita menangkap kekagumanku saat melihat foto di cover yang cantik itu sambil menyalakan sebatang rokok putih.
“mbak cantik, malahan lebih cantik aslinya lho” kataku ikutan menyalakan rokok saat dia menghembuskan asap pertamanya.
“kamu juga, pantesan Jacky sejak kemarin banyak cerita tentang kamu, bahkan dia mempromosikan kamu untuk jadi peragawati atau model paling tidak”
“aku cuma orang udik, mana pantes berlenggak lenggok di atas catwalk kayak mbak Lita ini”
“betul lho mbak, postur dan wajah mbak Lily udah memenuhi syarat kalau menurutku”
“aku nggak mau bermimpi mbak, bisnis gini aja udah kewalahan kok, bahkan sepertinya nggak sempat untuk bernapas aja” jawabku jujur, tapi pasti dia mempunyai persepsi lain tentang usaha bisnisku.
“ya kalau udah ngetop bisnis ini kan bisa ditinggalkan atau diserahkan ke anak buah”
Selama pembicaraan kami sama sama mengepulkan asap rokok, ruangan jadi terasa pengap, apalagi tak ada ventilasi untuk ruangan ber-AC seperti ini.
“kalau mbak memang berminat, aku bantu deh, jangan khawatir”
Pembicaraan terpotong saat Pak Jacky keluar kamar mandi dengan tubuh berbalut handuk.
“eh kamu udah datang rupanya” katanya kaget, aku yakin dia pura pura karena rasanya nggak mungkin dia tak tahu.
“ih kamu jorok deh, masak ada tamu kok pake gituan aja, kan ada piyama di dalam” hardik Lita pada suaminya.
“aku tunggu di loby aja deh” potongku, nggak enak rasanya dalam suasana seperti ini, tapi Lita mencegahnya.
“nggak usah, wanita secantik kamu sendirian di lobby bisa berbahaya, mengundang para hidung belang, disini aja dan anggap rumah sendiri” cegahnya sambil menggandeng suaminya ke kamar mandi.
Tak lama kemudian mereka keluar, Jacky sudah mengenakan piyama.
“oke kamu temenin dia dulu, ganti aku yang mandi” kata Lita lalu menghilang dibalik pintu kamar mandi, membiarkan aku dan suaminya berdua.
Kami saling terdiam sesaat, hanya sorot mata penuh arti yang berbicara.Begitu terdengar suara gemericik air shower yang sudah dinyalakan, serta merta Pak Jacky menarikku dalam pangkuannya.
“Gila, kamu nekat, ada istrimu tuh” bisikku saat bibirnya mulai menyentuh leherku.
“anggap saja rumah sendiri” bisiknya pula
Kembali kualami ketegangan kedua hari itu setelah tadi di lift sama Dody, kini dengan Pak Jacky di kamar sementara istrinya berada di kamar mandi.
Pak Jacky menciumi tubuhku yang berada di pangkuannya, baru kusadari ternyata dia tidak mengenakan celana dalam. Segera kuraih penisnya, kubiarkan dia menjamah dan meremas remas buah dadaku tapi kucegah saat dia hendak menyelipkan tangannya dibalik pakaian, terlalu berbahaya, bisikku.
Kami berpindah ke sofa di pojok ruangan, menghindari pandangan langsung dari pintu kamar mandi, paling tidak sebagai persiapan kalau istrinya sewaktu waktu keluar. Aku duduk di sofa dengan kaki terangkat tertumpu pada sandaran tangan di kiri kanan sedangkan rok-ku yang tersingkap ke atas, rambut kemaluanku tampak dari balik celana dalama mini yang tidak mampu menutupi keberadaannya. Sudah kucegah Pak Jacky untuk melakukan oral, rasanya kok nggak etis kalau vagina yang baru saja dipenuhi sperma laki laki lain kok harus diberikan padanya, tapi dia memaksa, maka akupun menyerah, toh udah aku peringatkan, pikirku.Dari celah celah celana dalam lidah Pak Jacky mulai menyusuri daerah selangkanganku, tidak seperti Dody, Pak Jacky menjilati dengan penuh perasaan, sedikit demi sedikit penuh kesabaran lidah itu menari nari dengan lembut, aku hanya menggigit bibir saat klitorisku mulai tersentuh, semakin lama semakin nikmat apalagi saat jari jari tangannya ikutan mengocok vagina. Kalau saja tak ingat istrinya sedang mandi, mungkin aku udah menjerit keras dalam nikmat, semakin lama bibirku kugigit semakin kuat menahan desahan.Meskipun demikian aku masih cukup tersadar untuk memonitor suara di kamar mandi, selama suara gemericik air masih terdengar, berarti masih aman, artinya Lita belum selesai mandi. Sambil meremas remas buah dadaku sendiri, kubenamkan kepala Pak Jacky semakin dalam ke vaginaku.
Pak Jacky minta ganti posisi, aku langsung jongkok diantara kakinya dan tak lama kemudian penis Pak Jacky yang tidak besar itu sudah mem-porak porandakan lipstik yang ada di bibir, keluar masuk memenuhi mulutku, namun demikian aku tetap menjaga supaya make up-ku tetap terjaga rapi. Tangan Pak Jacky begitu rajin menjamah di dada, aku hanya berharap supaya pakaianku tidak kusut di bagian itu. Kulirik Pak Jacky sudah merem melek merasakan kulumanku, seperti halnya aku, dia memegang kepalaku dan menekan semakin masuk penis itu di mulut. Hampir semua penis itu memenuhi mulutku, karena memang tidak besar, bahkan jauh bila dibandingkan punya Dody barusan.
“aaagh….” tiba tiba aku dikagetkan teriakan Pak Jacky setelah beberapa menit kukocok dengan mulut, secara reflek kututup mulutnya dengan tangan supaya teriakan itu tidak keluar. Selagi aku masih berkonsentrasi pada teriakan Pak Jacky, tanpa kusangka dia memuntahkan spermanya di mulut, akupun terkaget dan berusaha menarik keluar tapi tangannya begitu kuat menahan kepalaku, tanpa bisa berbuat banyak akupun pasrah menerima semburan demi semburan sperma memenuhi mulutku.Sebelum sampai pada tetesan terakhir, kudengar suara air shower dimatikan, berarti Lita sudah selesai mandi, agak panik juga aku, apalagi dengan mulut penuh sperma, tak pernah kusangka hal ini sebelumnya. Tak ada pilihan, Lita bisa keluar setiap saat sementara aku masih harus merapikan pakaian yang agak awut awutan, terpaksa kutelan spermanya.
Setelah menelan habis sperma yang ada dimulut, aku beranjak ke cermin di depan meja, kurapikan pakaian dan kupoles kembali bibir dengan lipstik. Sebenarnya Pak Jacky masih menginginkanku duduk dipangkuannya tapi kutolak sambil memberi isyarat tangan ke kamar mandi, Lita bisa keluar anytime.
Ternyata Lita tidak langsung keluar, sehingga masih ada waktu bagi Pak Jacky untuk kembali mem-briefing aku skenarionya. Sesaat Lita keluar, tapi hanya mengambil baju lalu masuk kembali ke kamar mandi, namun kali ini pintu kamar mandi tidak ditutup, dari tempat dudukku aku bisa melihat postur tubuh Lita yang masih bagus dan sexy, meski buah dadanya tidak semontok punyaku, kecil tapi sudah agak turun, mungkin terlalu sering tidak mengenakan bra, apalagi kalau ada show.
Setengah jam kemudian, kami bertiga sudah duduk di coffea shop, sambil makan siang Pak Jacky menceritakan tentang diriku semasa sekolah dulu, tentu saja dengan bualannya sendiri, termasuk menyebut nama guru guru yang tidak kutahu namanya, aku hanya tersenyum dan salut akan kebohongannya.
Selesai makan siang, Pak Jacky meninggalkan kami berdua karena ada meeting dan sesuai rencana kuajak Lita keliling kota Surabaya. Seperti halnya wanita pada umumnya, Lita lebih tertarik pada Mall dan shopping center, maka kuajak dia ke Mall Galaxy. Tak ada yang istimewa baginya, sama seperti halnya Mall lainnya, meski demikian dia sempat memborong beberapa sepatu dan lingerie, dari pilihan lingerie-nya aku bisa menebak bagaimana sexy-nya dia diatas ranjang. Ketika dia hendak membeli tas kulit, aku menyarankan supaya kita melihat dulu di Tanggulangin, Sidoarjo, pusat kerajinan kulit, mungkin itu bukan kelas dia tapi tak ada salahnya dicoba dulu, tapi bukan sekarang, besok aja.
Tak terasa jarum jam sudah menunjukkan pukul 8 malam ketika kami sampai di lobby hotel, entah sudah berapa jam kami habiskan di Mall tadi, perut udah berontak minta diisi, tanpa naik ke kamar kami makan malam di Coffea shop. Lita menelepon suaminya yang ternyata sudah datang sedari tadi, aku sudah mengetahuinya karena berulang kali dia kirim sms dan telepon tapi tak pernah kubalas karena memang tak ada kesempatan untuk itu, terakhir kuterima saat menyerahkan kunci mobil ke Valet, isinya, “aku sudah ada di hotel, hubungi bila nyampe”, tapi tak kutanggapi, takut Lita curiga.
“oke say, kamu turun deh gabung kami” kata Lita pada suaminya via telepon.
Tak lama kemudian Pak Jacky datang.
“wah ngeborong nih” sapanya melihat tas belanja yang ada disamping kami
“nggak kok, cuma sepatu dan itu tuh, kesukaan kamu” katanya sambil mencium suaminya
Sembari makan, Lita menceritakan rencana besok ke Tanggulangin, kuamati kedua pasangan itu, sebenarnya mereka pasangan yang serasi, cantik dan ganteng, apalagi si istri yang begitu manja pada si suami, ada rasa iri dengan suasana dan kemesraan seperti itu, kemesraan yang sangat lama tidak kurasakan, bahkan sudah kulupakan tapi naluri kewanitaanku yang haus akan belaian kasih sayang seperti itu tetap ada dan tak mungkin kulupakan begitu saja, entah kapan kudapatkan kembali.
“nanti kita ke discotique yuk, udah lama nih aku nggak clubbing, mau kan kamu temanin kami ?” tanya Lita padaku, tentu saja aku tak bisa memutuskan, semua tergantung pada Pak Jacky, tapi tak mungkin kutanyakan padanya di depan Lita.
“terserah mbak Lita aja, aku sih ngikut kok selama nggak mengganggu acara kalian berdua” kataku sambil meneguk air dan melirik ke arah Pak Jacky, sekedar ingin tahu responnya, karena berarti malam ini aku tidak bisa melayani dia.
“oke tapi janji tak lebih dari jam 12, besok aku ada meeting pagi pagi” kata Pak Jacky pada istrinya sambil melirik ke arahku.
“yaaaa, jam segitu kan lagi rame ramenya, apalagi biasanya hari begini kan ladi’s night” protes Lita tapi suaminya tetap bersikukuh. Akhirnya Lita menyerah.
“kamu nggak usah pulang, mandi aja di tempatku, soal pakaian aku kira ukuran kita hampir sama kok” katanya padaku, tentu saja aku bingung, tak mungkin bilang kalau aku juga ada pakaian di kamar lain, menyesal juga tadi nggak beli pakaian sekalian, habis nggak tahu rencananya sih.
Selesai makan kami kembali ke kamar mereka, kali ini kamar itu sudah rapi tidak seperti tadi pagi yang masih berantakan.
Lita mempersilahkanku mandi duluan, meski aku menolak tapi dia memaksa. Dengan cepat aku membersihkan tubuh, tak lebih 10 menit, jauh lebih cepat dari biasanya kalau aku mandi sendirian. Kukenakan piyama yang ada di kamar mandi, lalu aku keluar, ternyata Lita sedang mencoba lingerie yang baru dia beli dihadapan suaminya, dia terlihat begitu cantik, sexy dan anggun mengenakan lingerie itu.Beberapa stel pakaian sudah disiapkan di atas ranjang untuk kupilih, semuanya pakaian casual yang sexy, ternyata dia juga menyukai jenis pakaian seperti itu, tak jauh beda dengan koleksiku.
“selagi kamu pilih, aku mandi dulu ya” katanya kembali meninggalkan kami berdua, entah sengaja atau tidak, dalam keadaan normal tentu saja aku tak bisa berganti pakaian didepan suaminya.
Begitu terdengar bunyi “klik” pintu kamar mandi ditutup, Pak Jacky segera memelukku dari belakang dan menyusupkan tangannya dibalik piyamaku, meraih buah dada dan meremasnya.
“ssst, jangan dia belum mandi” bisikku, dan benar saja kembali terdengar bunyi pintu terbuka, dengan gugup dia menarik keluar tangannya, berpura pura memilihkan baju untukku.
“Ly, kalau mau ganti, masuk aja, nggak dikunci kok” teriaknya dari dalam kamar mandi, kami seakan sudah akrab tidak lagi memanggil mbak.
“ya mbak, bingung nih milihnya” kataku masih tetap memanggil mbak karena memang dia lebih tua dariku.
“minta Jacky milihin, dia pintar tuh memadukan pakaian” katanya kemudian terdengar pintu ditutup kembali, disusul bunyi air shower.
Tanpa membuang waktu lagi, Pak Jacky kembali memeluk dan memasukkan tangannya ke dadaku, ditariknya lepas tali pengikat piyama dan dibaliknya tubuhku hingga kami berhadapan. Tubuhku yang terbuka di bagian depan seakan menantangnya, Pak Jacky meraih buah dadaku, sambil menatap penuh nafsu tangannya menggerayang didada, mengelus dan meremas remas, sesekali dia memainkan putingku.
“kamu makin cantik dan sexy aja” bisiknya disusul lumatan pada bibirku, tanpa mempedulikan si istri di kamar mandi, kamipun sudah berciuman, saling melumat dan beradu lidah.Tangan Pak Jacky sudah beralih ke selangkangan, hampir saja aku mendesah, untung masih tertutup bibirnya. Meskipun demikian konsentrasiku masih terpecah pada gemericik air dari kamar mandi, beruntung si Lita tidak berendam di bathtub.
Gemericik air masih terdengar ketika Pak Jacky mulai mengocokku dari belakang, tanpa membuka piyama tentu saja kecuali tali yang terlepas tadi, hanya menyingkapnya hingga pinggang. Antara kenikmatan dan ketegangan datang silih berganti, kutelungkupkan mukaku ke bantal untuk meredam desahan yang hampir tak mungkin kutahan.
Sambil mengocokku, sesekali Pak Jacky berbicara keras sendirian, berpura pura seakan sedang denganku, tentu saja aku tak bisa mengikutinya, takut suara desahanku malahan yang keluar.
Sekitar 5 menit kemudian, vaginaku sudah dibanjiri spermanya, diiringi remasan kuat pada buah dada, aku menjerit tertahan dibalik bantal merasakan denyutan kuat yang melanda dinding dinding kenikmatanku.Sehabis denyutan itu, dia mencabut penisnya lalu mengusap usapkan pada wajah dan dadaku dan berakhir di mulut. Sisa sisa sperma yang ada di tubuhku hanya kubersihkan dengan piyama yang kukenakan, sia sia saja aku tadi mandi karena sekarang sudah kotor lagi, tapi nggak mungkin kalau mau mandi lagi, tentu Lita akan curiga.
Setelah merapikan piyama yang kukenakan, aku memilih pakaian yang disediakan Lita, semua terlihat berpotongan press body, yang menonjolkan lekuk tubuh, dipadu dengan rok mini.Pak Jacky memilihkan kaos You Can See yang berbelahan dada rendah, aku yakin dengan sedikit membungkuk pasti terlihat buah dadaku, sambil memilih tangannya tak pernah berhenti menggerayangi tubuhku, apakah itu di dada ataupun pantat, apalagi tanpa pakaian dalam dibalik piyama.Sebenarnya bisa aja aku langsung ganti pakaian tapi tentu saja Lita akan curiga kalau itu kulakukan. Sambil menunggu istrinya keluar kamar mandi, kami kembali berciuman dan berpelukan, kurasakan sperma Pak Jacky meleleh keluar dari vaginaku tapi kubiarkan saja.
Ternyata cukup lama juga Lita mandi, hampir 30 menit dia belum juga keluar, kalau tahu dia mandi begitu lama tentu kami bisa melakukan babak kedua, tapi itu justru memberi kami kesempatan untuk saling meraba lebih lama lagi, penis Pak Jacky sudah mulai kembali menegang.
Untuk mengurangi kecurigaan, kuketuk pintu kamar mandi.
“mbak, aku mau ganti baju yaaa” kataku minta permisi”masuk aja Ly, aku udah selesai kok” jawab suara dari dalam, ketika pintu kubuka ternyata mbak Lita memang udah selesai, mengenakan piyama seperti halnya aku, rambutnya basah tergerai semakin menambah pesonananya. Meski agak canggung, akupun berganti pakaian meskipun mbak Lita masih mengeringkan rambutnya.
“body kamu bagus, nggak kalah lho sama peragawati” komentarnya melihat tubuh telanjangku dari belakang.
Aku hanya diam saja mengingat suaminya telah menikmati kehangatan tubuh yang baru saja dikatakan bagus itu, dan itu juga telah terjadi hanya berselang beberapa menit yang lalu.

0 comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.