Nice DAy and welcome to myBLog†

Translate


Your Browser Details tool

Written by Pythagoras 0 comments Posted in:

Rincian Browser
Cari tahu alamat IP dan hostname, browser Anda detail (User-Agent, Cookie Enabled, Java Enabled, JavaScript Status, Layar Lebar & Tinggi, CPU kelas / tipe, Layar Warna Kedalaman, Window Width & Height) dan

Cara menggunakan alat ini

1. Klik tombol yang berlabel "View my Internet dan Browser detail!".

Hasilnya akan memberikan anda IP Address, Browser / Computer Properties dan Browser Header.


Read more

Alexa Traffic Rank tool

Written by Pythagoras 0 comments Posted in:

Cara menggunakan alat ini

1. Masukkan nama domain. Anda dapat memasukkan sampai dengan 5 domain yang berbeda untuk membandingkan.
2. Pilih Tipe Data Anda menggunakan kotak dropdown di sebelahnya.
3. Pilih Data Range menggunakan kotak dropdown di sebelahnya.
4. Klik "Lihat!" tombol di mana Anda selesai.

Hasilnya akan memberikan Alexa Chart dari domain yang Anda kirimkan.

Harap dicatat
Alexa rank tidak individual sub-domain, sub-domain adalah peringkat bersama dengan nama domain.
Sebagai contoh: sub.my-domain.com akan menjadi sama seperti my-domain.com

What is Traffic Rank?
Peringkat lalu lintas berdasarkan historis data lalu lintas dari jutaan pengguna Toolbar Alexa dan merupakan gabungan tampilan halaman ukuran dan pengguna (mencapai).

Apa itu Reach?
Reach mengukur jumlah pengguna. Jangkauan biasanya dinyatakan sebagai persentase dari seluruh pengguna Internet yang mengunjungi situs tertentu. Jadi, misalnya, jika sebuah situs seperti yahoo.com memiliki jangkauan 28%, ini berarti bahwa jika anda mengambil sampel acak dari satu juta pengguna Internet, Anda akan menemukan bahwa rata-rata 280.000 dari mereka mengunjungi yahoo.com.

Apa yang Page Views?
Page views mengukur jumlah halaman yang dilihat oleh Alexa Toolbar users. Beberapa tampilan halaman dari halaman yang sama dibuat oleh pengguna yang sama pada hari yang sama hanya dihitung sekali. Halaman views per pengguna nomor tersebut rata-rata jumlah halaman unik yang dilihat per pengguna per hari oleh pengguna yang mengunjungi situs.


Read more

HTTP Headers tool

Written by Pythagoras 0 comments Posted in:

Cara menggunakan alat ini

1. Masukkan URL untuk mengekstrak HTTP header.

2. Klik "Lihat!" tombol.

Header HTTP dari server akan ditampilkan di bawah.
HTTP Header adalah informasi yang dikirimkan kepada browser Anda bersama dengan konten halaman.


Read more

Spider View tool

Written by Pythagoras 0 comments Posted in:

Cara menggunakan alat ini

1. Masukkan alamat situs yang tepat dari halaman yang ingin Anda lihat. (mis. www.google.co.id)

2. Masukkan kata kunci yang Anda ingin untuk mencari.

3. Klik tombol "Lihat / Cek!" tombol.

Hasilnya akan ditampilkan pada kotak di bawah ini.


Read more

Link Price Calculator tool

Written by Pythagoras 0 comments Posted in:

Cara menggunakan alat ini

1. Masukkan URL situs Web yang tepat Anda ingin alat untuk menghitung.

2. Klik "Periksa!" tombol.

Hasilnya akan ditampilkan di bawah ini, itu akan mencakup jumlah Total Link Found, Internal Link,
Eksternal Link, Google PageRank, Yahoo! Backlink dan Perkiraan Harga Link Bulanan.

Alat link menghitung perkiraan harga untuk periode bulanan menggunakan sejumlah faktor, termasuk yang disebutkan di atas. Harap diperhatikan gambar adalah perkiraan dan tidak boleh dianggap tepat.
tes....
tess.....
tesss......


Read more

Source Code Viewer tool

Written by Pythagoras 0 comments Posted in:

Cara menggunakan alat ini

1. Masukkan alamat situs yang tepat untuk melihat kode sumber.

2. Klik "Lihat!" tombol.

Anda sekarang akan dapat melihat kode sumber situs Web di kotak di bawah ini.





View source of:

http://

  (eg. iwebtool.com)


Powered by iWEBTOOL


Read more

Cloaking Checker tool

Written by Pythagoras 0 comments Posted in:

Klo menurut saya seh ...
Kayaknya keren nih tools
bisa tau html template orang...
coba aja.....hehhehehe






Enter URL:


  (eg. iwebtool.com)


Powered by iWEBTOOL


Read more

List Cleaner tool

Written by Pythagoras 0 comments Posted in:

Cara menggunakan alat ini

1. Masukkan daftar Anda ingin bersih. (Masukkan setiap item pada baris baru)

2. Klik "Daftar Bersih" tombol

Daftar baru akan muncul dalam kotak di bawah ini.
Alat ini hanya akan menghapus duplikat, Anda juga dapat melihat jumlah duplikasi yang telah dihapus.



 




Enter the List you would like to clean: (Enter each item
on a new line)






Powered by iWEBTOOL


Read more

Backlink Checker

Written by Pythagoras 0 comments Posted in:

Backlink
memungkinkan kita untuk menambah rank
tentu saja semakin banyak backlinks
semakin bertambah juga kemungkinan naiknya pagerank.....





Your domain:


  (eg. iwebtool.com)


 

Powered by iWEBTOOL


Read more

Search Engine Position tool

Written by Pythagoras 0 comments Posted in:

wah ini juga aneh....apa ini...saya juga tidak tau ...!!† yang pasti cool dah buat saya.....thanks



Your domain:



(eg. iwebtool.com)

 
Search on:

 
Limit search to:

Keywords to search:
 


 

Powered by iWEBTOOL

Read more

PageRank Checker

Written by Pythagoras 0 comments Posted in:

ini hanya sekedar coba-coba doanks
....lagi mls posting ...
† jadinya gini dah





Your domain:


  (eg. iwebtool.com)


 

Powered by iWEBTOOL

Read more

walah gagal3

Written by Pythagoras 0 comments Posted in:



nah lo...

Read more

walah gagal2

Written by Pythagoras 0 comments Posted in:

Read more


Read more

Rini Si Ayam Kampus

Written by Pythagoras 0 comments Posted in:

Malam itu seusai rapat organisasi, aku segera menstart motorku untuk pulang. Rasanya pengin sekali segera sampai di rumah, makan, lalu tidur. Tetapi baru saja sampai di gerbang depan kampus seseorang menyapaku, dan ketika aku toleh arah suara itu ternyata Rini, anak fakultas ekonomi. Ngapain anak ini sendirian di gerbang?†
“Belum pulang, Rin?”
“Belum Den, habis nungguin bis lewat, lama amat.” Jawabnya sambil berkedip-kedip genit.
“Bis lewat ditungguin, gue antar deh?”
“Bener situ mau nganterin?”
“Yah, pokoknya nggak gratis. Situ tau sendiri deh.” Ujarku menggoda.
“Ah, bisa aja.”
Rini mencubit kecil pinggangku lalu segera naik ke boncengan. Tangannya melingkat erat di pinggangku, lalu melajulah motor di ramainya jalanan. Lama-kelamaan si Rini malah menempelkan dadanya di punggungku. Tau nggak, rasanya benar-benar empuk dan hangat. Wuih, terasa bener kalau dia nggak pake beha. Sebagai laki-laki normal, wajar dong kalo batang penisku tiba-tiba menegang.
“Den, gimana kalo kita mampir ke taman kota? Aku dengar ada dangdutan di sana.” Bisik Rini dekat di telinga kiriku.
“Seleramu dangdut juga ya?”
Rini kembali mencubit pinggangku, tapi kemudian mengelus-elus dadaku. Tengkukku mulai merinding. Ada maunya nih anak, pikirku waktu itu. Mungkin aku sedang dihadapkan salah satu ayam kampus, nih. OK, siapa takut!
Aku segera membelokkan sepeda motor ke taman kota. Lalu mencari tempat yang agak remang tapi cukup strategis untuk menikmati isi panggung yang terletak di tengah taman kota itu. Panggung yang kira-kira berukuran 6×6 meter itu tampak meriah dikelilingi ratusan pengunjung. Irama dangdut menggema memekakkan telinga.
“Den, sini dong? Sini, duduk sama aku.”
Aku duduk di belakang Rini yang masih duduk di boncengan motorku. Gadis itu nampaknya asyik benar mengikuti irama dangdut. Sedang aku lebih tertarik memelototi tubuh penyanyinya dibanding suaranya yang menurutku biasa saja.
Beberapa orang penyayi bergoyang hot membangkitkan gelora birahi para pria yang memandangnya, termasuk aku. Pandanganku beralih kepada Rini. Sayang aku hanya bisa memandang ubun-ubunnya saja. Aroma wangi menebar dari rambutnya yang bisa dibilang bagus, aroma yang eksotik. Kalau saja ada kesempatan, desahku.
“Den, kok diam saja? Belum pernah lihat orang goyang ya?”
“Bukannya gitu, cuman gila aja mandang tuh cewek. Berani bener joget kayak gitu,”
“Ah, segitu saja. Coba kemarikan tanganmu!”
Aku mengulurkan tangan kananku. Astaga, gadis itu memasukkan tanganku di balik bajunya sehinga tanganku benar-benar bisa merasakan kegemukan dadanya. Keringat dinginku tiba-tiba merembes, dadaku bergemuruh.
“Rin, apa-apaan kamu ini?” Ujarku lirih tanpa menarik kembali tanganku.
“Kamu nggak suka ya?” Tanya Rini kalem.
“Engh.. Bukannya begitu..anu” Jawabku tergagap.
“Aku tau kamu suka. Aku juga suka Den, jadi nggak ada masalah kan?” Kata Rini menoleh ke padaku.
“I..iya sih.”
Yah, begitulah. Akhirnya aku punya kesempatan. Tanganku membelai-belai dada Rini dengan bebasnya. Mempermainkan putingnya dengan gemas, kupelintir kesana kemari. Gadis itu bukannya kesakitan, tapi malah mendesah-desah kegirangan. Aku sendiri sudah nggak tahu berapa kali menelan ludah. Rasanya ingin memelintir puting itu dengan mulutku. Rupanya tangan kiriku mulai iri, lalu segera menyusul tangan kananku menerobos masuk di balik baju Rini. Meremas-remas kedua bukit yang tak terlihat itu.
“Den, Deni.. tangan-tanganmu benar-benar nakal. Hoh.. aduh.. geli Den,” Desah Rini menjambak rambutku yang cukup gondrong.
“Rin, aku suka sekali.. bagaimana kalau kita..”
“Uhg.. heeh, iya.. aku mau.”
Aku segera menghentikan kegiatanku mengobok-obok isi baju Rini. Lalu kami segera menuju sebuah hotel yang tak jauh dari taman kota. Tiada kami peduli dengan beberapa pasang mata yang memandangi kami dengan sejuta pikiran. Masa bodoh, yang penting aku segera bisa mengencani Rini.**
Segera aku bayar uang muka sewa kamar, lalu kami melenggang ke kamar 51. Rini yang sedari tadi memeluk tubuhku kini tergeletak di atas springbed. Matanya yang sayu bagai meminta, tangannya melambai-lambai. Aku langsung saja membuka kancing bajuku hingga bertelanjang dada.
“Den.. sudah lama aku inginkan kamu,”
“Oya? Kenapa tak bilang dari dulu?” Ujarku sambil melepas kancing baju Rini.
Benarlah kini tampak, dua bukit kenyal menempel di dadanya. Tangan Rini membelai-belai perutku. Rasanya geli dan uh.. lagi-lagi aku merinding. Kutekan-tekan kedua putingnya, bibir gadis itu mengulum basah. Matanya yang semakin memejam membuat birahiku semakin terkumpul menyesakkan dada.
“Den.. ayo.. kamu tak ingin mengulumnya? Ayo masukkan ke mulutmu.”
“Heh.. iya, pasti!”
Aku segera mengangkangi Rini lalu berjongkok diatasnya, lalu menunduk mendekati dadanya. Kemudian segera memasukkan bukit kenyal itu ke dalam mulutku. Aku hisap putingnya perlahan, tapi semakin aku hisap rasanya aku pingin lebih sehingga semakin lama aku menghisapnya kuat-kuat. Seperti dalam haus yang sangat. Ingin rasanya aku mengeluarkan isi payudara Rini, aku tekan dan remas-remas bukit gemuk itu penuh nafsu. Rini merintih-rintih kesakitan.
“Den.. hati-hati dong, sakit tahu! Perlahan.. perlahan saja Ok? Heh.. Yah, gitu.. eeh hooh..”
Busyet, baru menghisap payudara kiri Rini saja spermaku sudah muncrat. Batang penisku terasa berdenyut-denyut sedikit panas. Rini bergelinjangan memegangi jeans yang aku pakai, seakan ingin aku segera melorotnya. Tapi aku belum puas mengemut payudara Rini. Aku pingin menggilir payudara kanannya. Tapi ketika pandanganku mengarah pada bukit kanan Rini, wuih! Bengkak sebesar buah semangka. Putingnya nampak merah menegang, aku masih ingin memandanginya. Tapi Rini ingin bagian yang adil untuk kedua propertinya itu.
“Ayo Den, yang adil dong..” Katanya sambil menyuguhkan payudara kanannya dengan kedua tangannya.
Aku memegangi payudara kanan Rini, mengelusnya perlahan membuat Rini tersenyum-senyum geli. Ia mendesah-desah ketika aku pelintir putingnya ke kanan dan ke kiri. Lalu segera mencomot putingnya yang tersipu dengan mulutku. Puting itu tersendal-sendal oleh lidahku.
“Deni.. dahsyat banget, uaohh.. enak.. ayo Den.. teruss..”
Rini menceracau tak karuan, tangannya menjambak-jambak rambut gondrongku. Kakinya bergelinjang-gelinjang kesana kemari. Binal juga gadis ini, pikirku. Aku berpindah menyamping, menghindari sepakan kaki Rini. Jangan sampai penisku terkena sepakan kakinya, bisa kalah aku nanti. Justru dengan menyamping itulah Rini semakin bebas. Bebas membuka resleting jeans yang dipakainya. Tapi dasar binal! Gerakannya yang tak karuan membuat kami berguling jatuh di lantai kamar. Dan payudara kanannya lolos dari kulumanku.
“Gimana sih, Rin? Jangan banyak gerak dong!” Ujarku sedikit kesal.
“Habis kamu ganas banget sih..” Hiburnya dengan tatapan menggoda.
Untuk mengobati kekesalan hatiku Rini segera membuka semua pakaiannya tanpa kecuali. Jelaslah sudah tubuh mungil Rini yang mempesona. Air liurku segera terbit, inginnya mengganyang tubuh mungil itu.
Tubuhnya yang meliuk-liuk semampai, dua payudaranya yang nampak ranum bengkak sebesar buah semangka, perutnya yang langsing bagai berstagen tiap hari, ahh.. Lalu, bagian kewanitaannya! Uhh, pussy itu cukup besar dengan bulu-bulu basah yang menghiasinya. Pahanya yang sekal membuatku ingin mengelusnya, dan betisnya yang mulus nan langsat.. ehmm.. Maka dengan tergesa-gesa aku melucuti pakaianku, tanpa terkecuali!
“Wah! Pistolmu besar Den!” Kata Rini yang segera berjongkok dan meremas gemas batang penisku yang sudah sangat tegang.
“Auh.. jangan begitu, geli kan?” Jawabku menepis tangannya.
“Jangan malu-malu, pistol sebesar ini, pasti ampuh.”
Rini terus saja membelai-belai batang penisku yang ukurannya bisa dibilang mantap. Semakin lama batang penisku semakin menegang, rasanya mau meledak saja. Tubuhku bagai tersiram air hangat yang kemudian mengalir di setiap sendi darahku.
“Engh, auh..” Aku berdehem-dehem asyik saat Rini asyik memainkan jemari tangannya pada batang penisku.
Telunjuk dan ibu jarinya membentuk lingkaran yang kemudian digerak-gerakkan keluar masuk batang penisku. Layaknya penisku bermain hula hop. Spermaku mencoba meyeruak keluar, tapi aku tahan dengan sekuat tenaga. Aku remas-remas rambut panjang Rini.
Tapi kemudian Rini yang semakin gemas segera memasukkan batang keperkasaanku itu ke dalam liang mulutnya. Lalu dia mengemutnya bagai mengemut es lilin.
“Ehg.. ehmm.. ”
Terdengar suara desisan Rini bagai sangat menikmati batang penisku, begitupun aku. Bagaimana tidak, bibir tebal Rini segera melumat kulit penisku, lalu lidah Rini menjilat-jilat ujungnya. Nafasku serasa putus, keringatku merembes dari segala arah. Sedang Rini bagai kesetanan, terus saja menciptakan sejuta keindahan yang siap diledakkan.
Crot.. crot.. Tak ada yang bisa menahannya lagi. Spermaku keluar menyembur ke liang mulut Rini. Gadis itu nampak sedikit tersedak, beberapa sperma muncrat keluar mulutnya dan kemudian membasahi pangkal penisku.
“Ehmm.. ehmm.. keluarkan teruss.. ehmm,” Ujar Rini dengan mulut yang penuh dengan cairan spermaku.
Srup, srup, ia meminumnya dengan semangat sambil tangannya menggelayut di pahaku. Ujung penisku dikenyot-kenyot membuat geloraku makin berdenyut-denyut.
Karena tak tahan maka tak ayal lagi aku segera menubruknya. Menindih tubuh mungilnya lalu melahap bibir nakalnya. Lidah kami bergelut di dalam, menggigit-gigit gemas dan penuh nafsu. Tak peduli Rini merintih-rintih. Entah karena aku terlalu rakus mengganyang bibirnya, atau berat menahan tindihanku. Yang pasti rintihan Rini terdengar sangat merdu di telingaku.
Maka setelah puas mencumbui bibirnya aku segera beralih kepada pussy-nya. Benda keramat itu entah sudah berapa kali kebobolan, aku tak peduli. Kali ini ganti kau yang kukerjain, pikirku.
Langsung saja aku lebarkan paha Rini sehingga jelas pussy berumput yang sangat basah itu. Jemariku memainkan daging gemuk itu. menyusuri perbukitan yang berlorong. Lalu memelintir klitorisnya ke kanan dan ke kiri. Surr.. menyembur lagi cairan kewanitaan Rini. Bening menetes diantara jemariku.
“Den.. tunggu apa.. ayo dong..”
“Aku datang sayang.”
Wajahku segera mendekat ke pussy Rini. Lalu tanganku sedikit membuka si pussy sehingga aku bisa menikmati goa kenikmatan itudengan mataku walau hanya sebentar. Srup, srup, aku jilati pussy basah itu. Lidahku sengaja mencari-cari lubang yang mungkin bisa kutembus. Lidahku semakin ke dalam. Mempermainkan klitorisnya yang kenyal. Tanganku pun menyempurnakan segalanya. Bermain-main di payudara Rini yang semakin tegang, mengeras. Sayup-sayup terdengar suara erangan Rini. Aku harap gadis itu juga menikmatinya.
“Ayouhh Den, masukk, aku tak tahan lagi..”
Suara gadis itu terdengar lemah, mungkin sudah keletihan. Aku pun sudah cukup puas beranal ria. So, tunggu apa lagi?? Aku meminta Rini untuk menungging. Gadis itu menurut dengan wajah letih namun penuh semangat. Kemudian aku segera memasukkan penisku ke lubang kawinnya. Mudah. Sekali hentakan sudah masuk. Lalu kucabut dan kumasukkan berkali-kali. Lalu kubiarkan terbenam di dalam beberapa menit.
“Eghh..” Rini menahan rasa nikmat yang kemudian tercipta.
Tubuhnya sedikit mengejang tapi kemudian bergoyang-goyang mengikuti gerakan penisku. Aku segera mengocok penisku dengan kekuatan penuh. Dan kemudian.. kembali spermaku muncrat keluar memenuhi lubang kawin Rini.
Beberapa saat kami saling menikmati kenikmatan itu. darahku seakan berhenti mengalir seperti ada hawa panas yang menggantikan aliran darahku. Seluruh persendian terasa tegang, tapi kemudian seperti ada rasa kepuasan yang tak bisa terucapkan.
Hingga kemudian aku mencabut kembali batang penisku dari pussy Rini. Gadis itu kembali terlentang di lantai kamar hotel. Sedang aku segera menghempaskan tubuhku di atas kasur. Dinginnya lantai kamar yang menyentuh jemari kakiku tak bisa mengalahkan panasnya suasana kamar itu. Bau keringat kami berbaur.
Namun tiba-tiba batang penisku yang sudah mulai mengendur tersentuh kulit halus wanita. Ketika aku mendongakkan wajah ternyata Rini yang telah duduk di depan kakiku sambil mengelus-elus batang penisku.
“Den, kamu hebat banget. Aku benar-benar puas.”
“Ehng.. kamu juga. Sekarang kamu mau minta apa??”
Gadis itu masih diam sambil terus mempermainkan batang penisku. Gawat, bisa-bisa bangun lagi batang penisku. Bisa perang lagi nih, dobel dong tarifnya.
“Kamu minta apa? HP? Duit?”
“Aku minta.. minta lagi deh,” Kata Rini yang kemudian kembali mengenyot batang penisku.
“Waduh, bisa-bisa lembur nih!”, pikirku.
hangatnya kini menyentuh-nyentuh dan mengendus di leher kiriku, membuatku memiringkan kepala ke kanan dan agak terpejam karena tersengat-sengat rasa geli.
“Mmmh… hey… uhh… Boss, kita lagi ada di… ngggh… tempat umum nihhhh!” rintihku pelan berusaha mengingatkannya.
“So what?” bisiknya di dekat telingaku, yang disambungnya dengan mengulum daun telinga kiriku, membuatku terpejam dan mulutku menganga menahan rasa geli yang begitu nikmat ini.
“Uhhh… D-Dittt… uhhh… jangan d-d-dissini donggg… uhhh… n-not now!”
“Ehggg!!!” aku memekik tertahan dan tubuhku terjingkat ketika tiba-tiba kedua telapak tangan D menyusup ke balik blazer dan meremas kedua payudaraku.
“Sass…” bisiknya lembut di telingaku.
“Mmmhh… iyahhh?” jawabku lirih.
“Agak geser ke kiri dikit biar nggak kelihatan orang.”
Sebenarnya aku rikuh karena kuatir ketahuan, tapi jemari D yang teliti itu berhasil menangkap kedua puting susuku dari balik kamisol yang kukenakan, membuat seluruh tenagaku seperti tiba-tiba hilang dan tubuhku serasa begitu lemas, hingga aku merasa tak punya pilihan selain bergeser ke kiri, dan posisi kami tertutup oleh dinding yang kini berada di depan mataku.
Di balik dinding itu juga, D membuatku menyandar di dada bidangnya sambil membiarkan kedua tangan D menyelinap ke balik kamisol dan melepaskan kaitan bra sportku yang ada di bagian depan… sampai akhirnya kehangatan kedua telapak tangan besarnya menyelimuti seluruh permukaan kedua payudaraku yang mungil ini sambil memijat-mijat pelan. Telapak tangannya yang kasar itu kini bergesekan dengan kedua puting susuku… memberiku rasa rileks dan lemas serta geli yang luar biasa. Harus kuakui, saat itu aku benar-benar terangsang hebat sampai kewanitaanku terasa melembab. Kupejamkan mata menikmati belaian-belaian lembutnya yang menerpa kedua titik paling sensitif itu… terasa semakin lemas badanku… kubuka sedikit mataku… semakin lincah pula gerakan jemari D di situ… sejenak dilepaskannya, memberiku waktu menarik nafas, namun tidak terlalu lama, karena ia segera membalikkan badanku mengadap ke arahnya, dan mencium serta menjilati leherku yang panjang ini… uuh… terasa hangat dan mesra sekali gerakan lidah yang lembut, licin, dan lembab itu menyapu-nyapu leherku.
Telapak-telapak tangan besar itu kini bergeser di pinggangku… menjamah punggungku dan menyangganya agar aku tidak terjengkang ke belakang. Lidah dan bibir yang hangat dan lembab itu kini seperti berputar-putar pada kain tipis kamisol yang kukenakan… berputar-putar di atas puting susu kananku… aduhhh… tiap gesekan kain basah yang terdorong-dorong oleh lidah lembut itu memberiku sensasi yang sulit kulukiskan. Meski mencoba membuka mata, tetap saja alisku tak kuasa berada dalam posisi santai, mereka terus mengerenyit ke tengah menahan rangsangan birahi yang semakin menggelegak. Pandanganku yang tadinya jelas kini mengabur karena mataku menyipit hingga bulu mataku menghalangi pandangan… sementara mulutku seperti tak sempat mendesah karena untuk menarik nafas agak panjang saja selalu tersendat setiap kali sapuan lidahnya menggeser pada puting-puting susuku.
Kakiku tak lagi mampu menahan tubuhku. Keduanya terasa gemetar dan tidak menjejak tanah. D menyandarkan aku ke dinding dan menghimpitkan tubuh besarnya ke tubuhku. Puting-putingku yang telah mengacung tinggi seperti tertekan oleh otot-otot dadanya yang tersembunyi di balik kemeja itu, bibir-bibir kami yang telah basah ini kembali beradu. Kedua lenganku mendekap lehernya erat-erat, aku tak ingin melepaskannya kali ini, benar-benar tidak ingin. Kami berciuman dengan amat buas dan liar, diiringi dengan pagutan dan hisapan keras, dan kedua pasang mata kami terbuka, saling menatap. Tajamnya sorot mata yang kini tak lagi terlindung kacamata itu makin membuat birahi dalam dadaku terasa menyesakkan… mata itu… mata itu seperti menusuk dan mengaduk-aduk perasaanku yang sudah terlanjur dipenuhi nafsu. Jemarinya bergerak lagi, cepat sekali, kali ini di bawah pusarku…dan kurang dari tiga detik, jeans Armani yang kukenakan telah turun hingga ke lutut.
Meski kedua kakiku terkatup rapat, tidak sulit bagi jemarinya untuk menerobos ke balik celana dalam St.Michael yang kukenakan, mengelus-elus sejenak rambut-rambut halus yang tumbuh di bawah perutku… lalu melesak ke tengah, lebih ke dalam, jepitan kedua pangkal pahaku tak mampu menghalangi jari tengahnya menyentuh pangkal bibir kewanitaanku.
“Ehgggg….” aku menjerit tertahan ketika tubuhku tersentak oleh rasa nikmat yang tiba-tiba menyambar kewanitaanku.
Jari itu tidak tinggal diam disitu, ia berputar dan bergerak-gerak… cairan pelumas yang sudah sejak tadi mengalir di situ seolah-olah hendak dioleskannya rata ke permukaan bibir kewanitaanku yang kini menguncup karena jepitan pahaku.
“Ohhh…. D-D-Diitttt…. j-j-jangan disiniiiihhhhh… hhhhhh…” pintaku memelas.
“Sass, relax. I dont wanna make luv wiz ya rite here, lady! I just wanna give ya sumthin’ to rememba! Just enjoy!” cerocosnya sambil menjilati telinga kiriku.
Dengan agak susah payah, aku berhasil merenggangkan sedikit kedua pahaku meski celana Armani ketat itu masih memborgol kedua lutut ini. Kurasakan jari tengah dan jari telunjuk pria itu menekan kuat pada ujung atas bibir kewanitaanku, dan didorongnya ke bawah… ughhh… kedua jari besar itu bergerak-gerak di pangkal terowongan kewanitaan yang kini makin lembab dan tergenang lendir pelumas hingga terdengar suara kecipak… aduhhh… rasanya tak tertahankan, geli, nikmat, dan penasaran berkecamuk di kepalaku, makin erat kutarik lehernya hingga bibir kami makin rapat bertautan. Dijejalkannya lidahnya ke dalam rongga mulutku, dan dijilatinya langit-langit di situ, aku kegelian dan berusaha untuk berontak, namun tidak semudah itu, karena pada saat itu juga kedua jarinya yang besar dan kasar itu menerobos masuk!
“Unggghghhhhhh….” aku mengerang lirih ketika kedua jari itu terbenam ke dalam tubuhku.
Dilepaskannya kuluman pada bibirku, ditatapnya mataku tajam-tajam dengan tanpa ekpresi. Aku berusaha membalas tatapan tajamnya itu, namun sulit sekali karena mataku menyipit-nyipit menahan rasa nikmat pada kewanitaanku. Apalagi ketika kedua jarinya itu berpencar di dalam, dan bergerak-gerak sendiri-sendiri…
“Oohhhhh….” aku tak mampu lagi membuka mata dan mempertahankan ekspresi datar.
Kedua mataku tertutup rapat dan kedua alis mataku seperti dipaksa untuk berkumpul di keningku, gigiku terkatup rapat sementara bibirku setengah terbuka. Aku mendesah-desah menghayati permainannya yang membuat badanku seperti kehilangan tulang belulangnya, lemas.
Sambil tetap memainkan jemarinya dalam kewanitaanku, ia membungkuk dan mulutnya menangkap puting susu kiriku yang tersembunyi di balik kamisol yang kukenakan. Aku menggeliat dan menggelinjang sekuatku untuk menahan rasa geli dan birahi yang dikirimkannya secara intens ini. Kedua jarinya seperti mengaduk-ngaduk isi kewanitaanku, kedua bibirnya menjepit dan menarik-narik puting susuku dengan tak kalah cepatnya. Semuanya membuatku seperti lupa daratan, lupa bahwa aku sedang berada di gedung sekolah tempatku belajar di SMA dulu, lupa bahwa tiap saat bisa saja ada seseorang yang muncul dan melihat kami berdua melakukan itu, lupa segala-galanya. Yang terpikir hanya bagaimana agar kehangatan tubuhnya tetap menempel pada tubuhku selamanya.
Ia terus saja mengocok-ngocok cairan di dalam kewanitaanku dengan kedua jarinya yang lincah, sementara kini aku tersandar di dinding hanya berpegangan pada bahunya yang keras itu. Kubiarkan saja ketika gigi-giginya menggigit kerah blazerku yang kanan dan melorotkannya ke bawah. Bahuku terasa dingin diterpa angin malam, namun segera diselimuti kehangatan ketika ia mengoles-ngoleskan lidahnya di situ, merambati leher dan pundakku, menggigit tali kamisolku dan melorotkannya juga, hingga aku merasa begitu seksi berada di hadapannya dalam kondisi seperti ini. Tangan kirinya yang sedari tadi menyangga berdiriku terlepas dari punggungku, dan berpindah pada puting kananku, dipilinnya, dijentik-jentikkannya, dan dicubit-cubitnya puting yang telah membengkak ini. Aku berpegangan erat pada bahunya agar tidak jatuh karena kehilangan keseimbangan.
“Ohhh… D-d-ditttt…. aduhhhh….” aku mengerang sambil menyebut-nyebutkan nama kekasihku itu. Sesuatu yang tidak pernah kulakukan dalam hubungan intim dengan pria manapun kecuali dia.
“Hold on, lady.” bisiknya lembut, “You look so great tonite… I luv ya.” bisiknya lagi.
Karena berkali-kali kedua jemarinya itu menyentuh titik yang tepat, dan karena birahiku sudah tak tertahankan sejak tadi, akhirnya aku terlanda gelombang orgasme juga. Tidak terlalu dahsyat memang, karena aku tidak se-rileks jika berada di tempat yang lebih terjaga privacy-nya, namun yang namanya orgasme tetap saja orgasme. Dimanapun kita mengalaminya, tetap saja akan ada detik-detik yang terasa ‘kosong’ saat kesadaran meninggalkan raga kita meski sebentar. Aku sempat mengerang panjang, sebelum terkulai lemah di dinding batako itu. D mencabut kedua jarinya dari tubuhku, memasukkannya ke dalam mulutnya, dan terdengar suara menghisap. Dikeringkannya kedua jari itu dengan celananya sendiri, dan dipeluknya tubuhku erat-erat. Kutempelkan kepalaku pada dada bidangnya, dan mataku terpejam sejenak, merasakan perasaan hangat dan aman yang selama hidup ini baru dapat diberikan oleh dia.
Agak lama kami berpelukan erat begitu, sampai aku merasa seluruh energi dan kesadaranku pulih kembali. Kubereskan lagi letak celanaku. D membantuku mengancingkan kaitan bra sportku, jari-jarinya menyisir sejenak rambutku yang agak acak-acakan karena ulah kami barusan.
“Kok nggak keliatan warna birunya?” tanyanya mengomentari rambutku.
“Gelap sih. Kalau siang kan kelihatan sedikit.” jawabku singkat, seolah tidak terjadi apa-apa barusan.
“Nggak balik ke gerombolan angkatanmu?” tanyanya lagi.
“Nanti sajalah.” jawabku cuek, tapi sambil menyandarkan kepala ke bahunya.
“Mm.. sebaiknya kamu segera balik ke sana.” kata D lagi.
“Kenapa emang, Boss?” tanyaku sambil berusaha mempertahankan posisi kepalaku di bahunya.
“Si Bret tampak mencari-cari kamu. Mungkin mau diajak pulang, udah malam.” jawab D lagi.
“Mana sih?” tanyaku sambil menatap jauh ke kerumunan orang di sekitar panggung di tengah lapangan. Tampak kabur karena aku tidak mengenakan kacamata minusku yang memang jarang kupakai di luar jam kerja.
“Aku pulang sama kamu aja.” jawabku singkat.
“Weits! Nggak bisa dong, Bret kan kasihan. Dia sebagai cowok kan bertanggung jawab ngantar kamu sampai di rumah lagi. Kan dia yang jemput.” jawab D, “Nanti aku susul ke apartemen lah, jam satuan.” sambungnya.
Aku tersenyum dan mengecup bibirnya singkat, lalu kembali melangkahkan kaki ke arah kerumunan orang.
Di dalam Kijang EFI silver milik si Bret aku menurunkan sandaran bangku agar posisiku lebih rileks. Kedua telapak tangan kuletakkan di belakang kepala sambil menatap jalanan, membayangkan kejadian bersama D tadi. Bret menghidupkan radio dan terdengar suara Mr.Big melantunkan ‘To Be With You’.
“Nah, finally…” ujar Bret, “Lagu tahun sembilan puluhan awal!”
“Hihihi, emangnya tadi band-nya sampai tahun berapa?” tanyaku.
“Mereka nggak urut mainnya.” jawab Bret, “Mulanya mereka mainin lagu-lagu baru, lantas lagu enam puluhan, tapi pas kamu nggak ada tadi, band-nya mainin New York, New York.”
“Ooo…” jawabku singkat.
Lalu kami terdiam sampai lagu Mr.Big tadi habis.
“Sari…” kata Bret memecah kesunyian.
“Kenapa?” jawabku sambil tetap dengan posisi duduk yang tadi, hanya kini mataku melirik ke arahnya.
“Apa yang diceritakan beberapa orang tentang kamu itu betul?” tanyanya dengan nada diplomatis.
“Tergantung dari apa yang kamu dengar dari mereka.” jawabku tak kalah diplomatis.
“Hm… aku rasa kamu lebih tahu sih.” jawabnya lagi, “Mereka mungkin masih terbawa performance kamu pas di sekolah dulu, sering ganti teman jalan.”
“Emangnya apa yang salah dari berganti-ganti teman jalan?” tanyaku mencoba membelokkan arah percakapan.
“Nggak ada sih.” jawabnya, “Nggak ada sama sekali.”
Suasana sepi lagi, meski dari radio kini terdengar “You’re All I Need” nya White Lion.
“Kamu udah ketemu D tadi ya?” tanyanya di tengah-tengah lagu.
“Kok kamu tahu?” tanyaku balik.
“Nggak apa-apa.” jawabnya, “Dia yang nyuruh aku nelpon kamu tentang acara ini. Dia juga bilang agar aku jemput kamu ke acara ini.”
“Oh? Gitu?” tanyaku agak heran.
“Yup! Dia memang sengaja ngasih kamu kejutan, katanya.” jawab Bret datar,
“Sudah dikasihin belum kejutannya?”
“Hihihi…well…udah kok!” jawabku dengan tawa kecil penuh arti.
Bret tidak menjawab, hanya tersenyum kecil, seolah mengerti apa yang dimaksud.
“He’s a great guy, Sar.” kata Bret dengan nada datar lagi, “Terlepas dari semua gosip tentang petualangannya, dia orang yang baik.”
“Yah… well… begitulah.” jawabku singkat, “Kayaknya kamu tahu banyak tentang kami.” sambungku.
“Kurang lebih begitulah.” jawabnya, “Beberapa waktu lalu, pas kalian pertama kali ketemu, dia banyak tanya ke aku tentang kamu, karena dia tahu kalau aku teman dekatmu dulu.”
“Hahaha! Dasar cowok!” jawabku tertawa geli, “Selalu konspirasi di sana sini!”
Kijang silver itu mulai memasuki halaman apartemenku di daerah timur agak ke selatan kota S.
“Tuh, dia udah di lobby!” kata Bret sambil menunjuk ke arah lobby dimana disitu terlihat sosok “The Big D” sedang berdiri tegak menatap ke arah mobil kami. Di sampingnya tampak seorang satpam yang ukurannya nyaris setengah kali ukuran si D.
Setelah berpamitan dengan Bret dan mengucapkan terimakasih atas tumpangannya, aku mengajak D melihat ke kamar apartemenku yang baru ini, yang belum tertata, dan D berjanji untuk membantu menatanya sebelum dia pulang ke Jakarta minggu depan. Kami mandi bersama lalu pergi tidur. Di atas ranjang kami tidak melakukan apa-apa selain berpelukan sambil ngobrol. Menceritakan teman-teman SMA di masa lalu dimana ternyata banyak dari teman-teman SMA-ku adalah teman SMP si D. Ngobrol tentang bagaimana peran Bret dalam membantu D mendapatkan aku (hehehe, GR nih!). Konyolnya, D juga menceritakan bahwa alasan Bret membantunya adalah karena D pernah membantu Bret mendapatkan calon istrinya yang sekarang (Dasar pria!). Setelah lama ngobrol, akhirnya kami lelah dan sama-sama tertidur. D masih menginap di apartemenku selama seminggu, dan tentu banyak cerita tentang apa yang kulakukan bersamanya di sudut-sudut kamar apartemenku yang baru itu

Read more

Dunia Gemerlap, Dunia Hampa

Written by Pythagoras 0 comments Posted in:

Namaku Tina. Usiaku 16 tahun. Aku sekolah di sebuah SMU swasta terkenal di Surabaya. Sudah hampir setahun ini hidupku penuh berisi kesenangan-kesenangan yang liar. Dugem, ineks dan seks bebas. Sampai akhirnya aku terjerumus dalam ambang kehancuran. Terombang-ambing dalam ketidak pastian. Aku bingung apa yang kucari. Aku bingung harus kemana arah dan tujuanku. Apa yang selama ini kulakukan tidak memberikan kemajuan yang positif. Bahkan aku nyaris gila. Siapakah aku ini?
Sejujurnya aku menyesali kondisiku yang seperti ini. Keterlibatanku dengan narkoba telah membawaku ke dalam kehidupan yang kelam. Sungguh kejam! Aku jadi
berangan-angan ingin kembali ke kehidupan lamaku dimana aku belum mengenal narkoba. Saat itu begitu indah. Orang tuaku sayang padaku. Andrew pacarku dengan setia berada disisiku. Dan dia selalu datang untuk menghibur dan menemaniku.
Aku jadi ingat pada hari-hari tertentu, teman-teman sekolahku datang main ke rumah untuk mengerjakan tugas atau hanya sekedar berkumpul. Kalau lagi ada pacarku, mereka selalu menggoda kami sebagai pasangan serasi. Padahal menurutku kami bertolak belakang. Aku pemalu dan mudah merajuk. Sedang pacarku biang kerok di sekolah dan tidak tahu malu. Aku berprestasi dalam pelajaran tapi kurang menguasai bidang olah raga. Sedangkan dia berprestasi dalam olah raga namun malas belajar. Tinggiku sedang dan badanku agak kurus. Sedangkan dia tinggi dan besar. Pokoknya beda banget. Tapi teman sekolah mengatakan kami pasangan serasi. Entah apanya yang serasi..
Aku masih ingat saat-saat terakhir dia meninggalkan aku untuk sekolah ke Amerika. Ada setitik firasat bahwa itu adalah saat terakhir aku bersamanya. Aku menangis tiada henti di bandara seperti orang bodoh. Tidak ada kata yang terucap, hanya sedu sedan lirih terdengar dari mulutku. Orang tuanya sampai sungkan pada orang tuaku dan berusaha menghiburku dengan mengatakan bahwa Andrew akan sering pulang ke Indonesia untuk menengokku. Orang tuaku pun tak kalah dan berjanji padaku akan menyekolahkan aku ke Amerika selepas SMU.
Kata orang cinta akan lebih terasa saat terpisahkan oleh jarak. Aku tidak sabar untuk membuka e-mail setiap malam. Telepon internasional seminggu sekali menjadi pelepas dahaga bila aku rindu suaranya. Setiap malam menjelang tidur, aku melihat-lihat foto kami berdua. Dan tak lupa aku mendoakan dia.
Kini Andrew tidak akan mau memandangku lagi. Laporan dari teman-temannya yang melihat aku berkeliaran di diskotik-diskotik dengan lelaki lain membuatnya murka dan tidak mempercayai aku. Dia mengadili aku yang hanya bisa menangis dan berjanji akan menghentikan perbuatanku. Tapi apa daya, di belahan dunia lain, Andrew tidak akan bisa melihat keseriusanku. Dia meminta untuk mengakhiri hubungannya denganku meski aku menangis meraung-raung di telepon. Aku tak berdaya. Dia begitu kerasnya tidak mengampuni kesalahanku.
Yah memang semua itu memang salahku. Tapi apakah aku tidak punya kesempatan untuk memperbaiki kesalahan? Apakah setiap orang tidak pernah khilaf? Apakah sama sekali tidak ada ampun untukku? Dia dulu mengatakan apa pun yang terjadi akan selalu mencintaiku. Akan selalu menjagaku. Semakin hari cintanya padaku akan semakin besar. Ternyata, bohong! Itu semua hanya bohong belaka!
Saat ini aku jadi ceweq bodoh, sering melamun dan mudah stres. Bukan hanya hubunganku dengan Andrew yang hancur. Hubunganku dengan ayah ibuku juga memburuk. Mereka sudah menyerah menghadapi aku yang hampir setiap hari pulang pagi. Mereka bahkan mengancam akan mengusir aku bila terus menerus seperti ini.
Aku jadi sering membolos sekolah. Prestasiku di sekolah makin hari makin memburuk. Aku telah kehilangan minat untuk belajar dan meraih ranking tinggi di sekolah. Hubungan sosial dengan teman sekolahku juga semakin buruk. Aku malas bergaul dengan mereka. Aku takut mereka mengetahui siapa aku sebenarnya. Aku takut mereka menyebarkan tingkah lakuku sebenarnya. Aku takut..
Aku jadi paranoid! Aku jadi mudah curiga dengan semua orang. Aku jadi sulit tidur dan melamun yang tidak-tidak. Aku jadi sering mimpi buruk dan makin sulit membedakan mana mimpi dan kenyataan. Lama-lama aku bisa gila!
Aku ingin berhenti menggunakan narkoba dan sesegera mungkin meninggalkan dunia gemerlap yang selama setahun ini kugeluti. Tapi aku sulit meninggalkannya. Aku terperangkap di dalamnya!
Ineks! Semua ini gara-gara pil setan itu! Badanku semakin kurus. Mataku cekung dihiasi garis hitam dibawahnya. Aku tidak mengenali wajahku sendiri di hadapan cermin. Bahkan Mamaku sudah mengecap aku sebagai wanita nakal.
Yah.. wanita nakal.. aku memang telah jadi wanita nakal. Aku telah melepaskan keperawananku pada seorang pria yang bukan suamiku. Aku malu pada diriku dan pada orang tuaku. Diriku bukan Tina yang dulu. Tina yang selalu meraih prestasi di sekolah. Tina yang selalu membanggakan orang tua. Tina yang rajin ke gereja. Tina yang lugu dan pemalu. Tina yang selalu jujur dan berterus terang..
Malam itu entah malam keberapa aku ke diskotik dengan Martin. Setelah triping gila-gilaan bersama teman-teman, aku pulang bersama Martin. Sebenarnya aku malas pulang karena masih dalam keadaan on berat. Gara-gara Bandar gede dari Jakarta datang, semua jadi kebanyakan ineks. Badanku terus bergetar tiada henti, dan rahangku bergerak-gerak ke kiri dan kekanan. Dengan eratnya aku peluk lengan Martin seakan-akan takut kehilangan dirinya.
Tidak seperti biasanya Martin mengajakku putar-putar keliling kota. Mungkin dia kasihan melihat aku masih on berat dan tidak tega membiarkan aku sendirian di rumah. Aku sih senang-senang saja. Kuputar lagu-lagu house music agak kencang, meski aku tahu akibatnya bisa fatal.
Tak sampai lima menit, lagu house music dan hembusan hawa AC yang dingin membuat aku on lagi! Aku menggerak-gerakkan badan, kepala dan tanganku di bangku sebelah. Rasanya asyik sekali triping dalam mobil yang melaju membelah kota! Martin tertawa melihat aku memutar-mutar kepala seperti angin puyuh.
“Untung kaca film mobilku gelap. Jadi aku nggak perlu takut orang-orang melihat tingkahmu!” ujarnya.
Hahaha.. rasanya saat itu aku tidak peduli mau dilihat orang, polisi, hansip atau siapa pun juga, aku tidak akan peduli! Lagipula ini masih jam 3 pagi.
Setelah setengah jam kami putar-putar kota, akhirnya kami sampai di daerah sekitar rumah Martin. Martin menyarankan agar aku meneruskan tripingku di rumahnya. Sebab terlalu riskan bila triping di jalanan seperti itu. Kalau sedang sial bisa ketangkap polisi. Aku yang sudah tidak bisa berpikir lagi Cuma mengiyakan semua omongannya.
Sampai di rumahnya, aku langsung diantar ke kamarnya. Sambil meletakkan kunci mobil, Martin menyalakan ac dan memutar lagu house music untukku. Wah dia benar-benar ingin membuat aku on terus sampai pagi! Ok, Aku layani! Kurebut remote ac dari tangannya dan ku setel dengan temperatur paling rendah.
Martin yang sudah drop, begitu mencium bau ranjang langsung hendak merebahkan badannya yang besar itu ke tempat tidur. Tentu saja aku tidak ingin tripping sendiri! Kutarik tangannya dan kuajak dia goyang lagi. Martin mengerang dan tetap menutup wajahnya dengan bantal. Tingkahnya dibuat manja seperti anak kecil. Tidak habis pikir aku segera mencari koleksi minumannya di mejanya. Kusambar sebotol Martell VSOP dan kupaksa dia minum.
Mulanya Martin menolak dengan alasan besok harus kerja. Namun aku memaksa terus hingga dia tak berkutik. Beberapa teguk Martell membuahkan hasil juga. Martin bangun dan duduk didepanku. Aku segera memeluknya dari belakang dan menggodanya dengan manja.
“Kalau kamu mau nemenin aku tripinng.. hari ini aku jadi milikmu.”
“Milikku sepenuhnya..? Ehm.. I love it!” Balas Martin nakal.
“Ya..ehm.. jadi milikmu..” gumamku di dekat telinganya.
Aku memeluknya dari belakang dan menciumi telinganya sampai dia kegelian. Aku terus menggodanya dengan menciumi leher dan bahunya. Tiba-tiba dia membalikkan badan dan menyergapku! Aku kaget juga dan berteriak kecil. Martin mendekapku erat-erat dan balas menciumi wajah, leher dan telingaku. Aku menjerit-jerit kegelian oleh tingkahnya.
Lama-lama ciuman Martin semakin turun ke bawah. Dia melorotkan tali tank-topku dan menciumi buah dadaku dengan ganas sambil mendengus-dengus. Aku bergetar menahan geli dan rangsangan yang hebat. Otot-otot badan dan kakiku terasa kaku semua.
Tidak puas menciumi dadaku, Martin meloloskan bra yang menutupi dadaku sehingga kedua buah dadaku tersembul keluar.
“Woow.. aku paling suka payudaramu!” desisnya.
Aku paling suka kalau keindahan tubuhku dipuji. Dia mengucapkan kata-kata itu dengan mata berbinar-binar sehingga membuatku tersanjung. Tentu saja aku langsung menutupi dadaku dengan kedua tanganku seakan-akan melarangnya untuk melihat.
Sedetik kemudian dia membuka kedua tanganku dan membungkuk kearah dadaku lalu mendekatkan mulutnya ke puting kananku. Dengusan napasnya yang mengenai putingku sudah bisa membuatku menggelinjang. Pelan-pelan lidahnya menjilat putingku sekilas, lalu berhenti dan memandang reaksiku. Aku memejamkan mata dan mendengus. Perasaanku melambung sampai ke awang-awang! Ketika kubuka mataku, dia memandangku sambil tersenyum nakal. Aku memukulnya. Kemudian dia menjilat puting kiriku sekilas. Aku kembali menggelinjang-gelinjang. Aku merasa detik-detik penantian apa yang akan dilakukan Martin pada putingku membuat aku makin penasaran. Aku mengerang-erang ingin agar Martin meneruskan aksinya.
Aku sudah sangat terangsang hingga memohon-mohon padanya agar memuaskan aku. Martin tersenyum manis sekali lalu mulai memasukan putingku ke mulutnya. Putingku dipermainkan dengan mulut dan lidahnya yang hangat. Aku bergetar dan menggelinjang menjadi-jadi. Kepiawaian Martin merangsang dan memuaskan aku sudah terbukti. Rangsangan yang hebat melupakan segala janji yang pernah kubuat.
Martin sangat terangsang rupanya. Aku merasa ada yang mengganjal di bagian bawah perutku dan menyodok-nyodok kemaluanku. Aku membuka kedua kakiku lebar-lebar dan merubah posisi pinggulku agar kemaluanku bergesekan dengan penisnya. Tiap kali penisnya menggesek klitorisku aku mengerang dan merenggut apa saja yang bisa kurenggut termasuk rambutnya. Napas kita yang mendengus-dengus bersahut-sahutan bersaing dengan lagu house music yang memenuhi ruangan.
Martin meneruskan aksinya sambil melepas pakaianku satu persatu hingga aku telanjang bulat. Aku menatap wajahnya dengan perasaan tak karuan. Lalu dia membuka pakaiannya sendiri dan mulai menyerangku dengan ganas.
Aku diciumi mulai mulut turun ke leher lalu ke buah dadaku. Kemudian turun lagi melewati pusar dan bulu kemaluanku. Dia berhenti sesaat sambil melihat aku yang sudah terangsang berat.
“Martin.. cium anuku please..” pintaku terbata-bata.
“Hehehe..” Desisnya pelan.
Lalu tanpa menunggu perintah kedua kalinya, dia mulai merubah posisinya agar mulutnya pas di kemaluanku. Kemudian kakiku dibuka lebar-lebar ke atas sehingga kemaluanku menyembul di antara pahaku. Aku merasa hawa dingin menerpa bagian dalam kemaluanku yang merekah. Aku memejamkan mata berdebar-debar menunggu Martin memulai aksinya.
Martin menciumi sisi luar kemaluanku dengan perlahan. Aku mengerang tertahan dan mengerutkan dahi. Rasanya geli sekali! Ciumannya bergerak ke tengah dan berhenti di klitorisku. Klitorisku diciuminya lama sekali seperti kalau dia menciumi bibirku. Dia mengulum dan kadang menyedot kemaluanku dengan kuat. Aku mendesah-desah keras sekali. Tak tergambarkan rasanya. Lalu ketika lidahnya ikut bermain, aku tak kuat menahan lebih lama lagi. Dibukanya bibir kemaluanku dengan jarinya, lalu lidahnya dimasukan diantaranya. Lidahnya memilin-milin klitorisku dan kadang masuk ke vaginaku dalam sekali.
Erangan panjang menandakan kenikmatan yang tiada taranya. Aku malu sekali ketika orgasme dihadapannya. Ritme ciumannya pada kemaluanku perlahan-lahan mengendur seiring dengan tekanan yang kurasakan. Martin memang hebat. Dia sudah berpengalaman memuaskan ceweq. Dia bisa tahu timing yang tepat kapan harus cepat dan kapan harus pelan. Aku jadi curiga apa dia berprofesi sebagai gigolo yang biasa memuaskan Tante-Tante kesepian. Hehehe..
“Lho kok cepat? Udah terangsang dari tadi ya?” tanyanya sambil senyum-senyum mesum.
Mukaku memerah ketika aku tak bisa menjawab pertanyaannya. Aku memukulnya dengan bantal sambil menggodanya. “Kamu gigolo ya? Kok hebat banget?”
“Eh, gigolo! Kurang ajar! Gua ini memang Don Juan Surabaya ya! Belum pernah ada ceweq yang tidak puas kalau main denganku!” katanya pongah.
“Teman-temanku sampai menjuluki aku ‘Sex Machine’!” lanjutnya.
“Ngibul! kamu pasti gigolo!” godaku sambil memukulnya dengan bantal lagi. Kami perang mulut selama beberapa saat.
Kemudian Martin mengakhirinya dengan berkata, “Enak aja menghinaku! Sebagai balasannya, nih..” Martin melompat kearahku dan memasukkan kepalanya diantara kakiku.
Dia langsung melumat kemaluanku dengan mulutnya lebih ganas lagi padahal kemaluanku masih berdenyut-denyut geli. Aku menjerit-jerit karenanya. Gelinya luar biasa! Entah apakah kemaluanku sudah sangat basah atau tidak, aku mendengar bunyi berkecipak di kemaluanku. Rasa geli yang menerpa segera berubah menjadi nikmat. Aku terhanyut lagi dalam permainan lidahnya.
Aku orgasme untuk yang kedua kalinya. Badanku rasanya lemas semua. Malam itu aku mudah sekali orgasme. Entah apa mungkin itu karena pengaruh ineks atau memang aku sudah dalam keadaan puncak, aku tidak tahu..
Kami break sebentar. Martin tidur terlentang. Kulihat penisnya berdiri tegak bagai tugu monas. Kepalanya yang merah mengkilat karena cairan maninya meleleh keluar. Aku duduk di dipangkuannya dan memegang penisnya yang keras.
“Lho, sejak kapan celana dalammu lepas? Aku kok nggak tahu?” tanyaku.
“Hehehe.. kamu merem terus dari tadi sampe nggak tahu kalo burungku udah menunggu-nunggu ditembakkan ke sasaran!” candanya.
Aku kasihan padanya. Kuelus-elus penisnya sambil menggodanya. Lalu aku naik ke atas tubuhnya dan duduk tepat diatas penisnya. Martin tampak terangsang melihat tindakanku. Kugoyang-goyangkan pinggulku maju mundur diatas penisnya sambil kuelus-elus dadanya. Martin memejamkan matanya sambil merasakan sentuhan-sentuhan kemaluanku di penisnya. Aku juga merasa geli-geli nikmat saat penisnya yang keras dan licin menggeser klitorisku.
Lama-lama Martin tidak kuat menahan rangsangan. Dia bangkit dan memeluk tubuhku. Kami berciuman. Tanpa mempedulikan bau cairan vaginaku di mulutnya, aku terus menggoyangkan pinggulku maju mundur. Kemaluanku yang basah semakin memudahkan penis Martin bergesekan diantar bibir kemaluanku. Gerakan kami makin lama makin liar, sampai akhirnya pertahananku runtuh!
Penis Martin mengoyak keperawananku! Kepala penisnya selip dan masuk ke vaginaku. Aku menjerit kaget dan gerakanku terhenti. Untuk sesaat aku merasa sakit karena ada benda sebesar itu masuk ke vaginaku. Martin juga berhenti dan hendak mencabut penisnya dari vaginaku. Namun aku mencegahnya. Aku benar-benar terhanyut dalam fantasiku sendiri akan kenikmatan persetubuhan. Kupeluknya erat-erat tubuhnya. Disamping rasa sakit, aku merasakan suatu kenikmatan yang lain. Aku ingin merasakan lebih lama lagi.
Secara tak sadar aku merendahkan pinggulku perlahan-lahan sampai penis Martin memenuhi liang vaginaku. Rasanya sungguh luar biasa! Aku memeluk Martin sekuat tenaga dengan napas terputus-putus. Kucengkeram punggungnya dengan kuku jariku tanpa peduli dia kesakitan atau tidak. Tak terlukiskan perasaanku saat itu. Aku mengerang-erang. Rasanya seluruh sarafku terputus dan terpusat di kemaluanku saja. Martin membiarkanku sesaat menikmati moment ini. Dia pasti juga sedang menikmati koyaknya selaput daraku.
Perlahan-lahan Martin mulai menggoyangkan pinggulnya. Penisnya bergerak-gerak perlahan dalam kemaluanku. Aku mendesah mengaduh-aduh menahan nikmat dan geli. Vaginaku masih sangat sensitif sampai sampai aku tidak tahan ketika penisnya digerak-gerakkan. Aku menatap sayu pada Martin.
“Kenapa aku nggak tahu kalau ML seenak ini? Kalau tahu, aku sudah dari dulu mau making love sama kamu!” kataku parau.
Mendengar perkataanku, sesaat Martin hanya memandangku tanpa ekspresi. Aku tidak dapat menebak apa yang ada dipikirannya. Lalu dengan pandangan yang menyejukkan, dia mencium keningku dan pipiku. Aku menjadi tenang dan damai. Martin, aku sayang padamu, aku sayang padamu, aku sayang padamu. Tak ada lagi Andrew dalam kamusku. Aku hanya sayang padamu kataku dalam hati. Sex jauh lebih memabukkan daripada extacy! Aku tak bisa berpikir jernih! Yang ada dipikiranku hanya terus dan terus.. tanpa akhir..
Martin mulai menggerakkan penisnya keluar masuk vaginaku. Mulanya perlahan, lama-lama semakin cepat. Rasanya mau mati saking nikmatnya. Aku tak bisa berkata apa-apa. Hanya erangan dan desahan yang keluar dari mulutku. Dorongan penisnya yang menghujam keluar masuk ke dalam vaginaku membuatku tak berdaya.
Malam itu aku orgasme empat kali. Martin menumpahkan spermanya di perutku dan terkapar disebelahku. Aku juga terkapar kelelahan. Saking lelahnya aku sampai tidak kuat untuk bergerak mengambil tissue untuk membersihkan spermanya yang tumpah di perutku. Ternyata orgasme saat ML jauh lebih nikmat daripada dengan oral seks. Sungguh berbeda..
Setelah terkapar beberapa saat, Martin membopongku ke kamar mandi dan memandikan aku. Aku terus menerus memandang wajahnya dan mencari-cari sinar apa yang terpancar di wajahnya. Apakah dia benar mencintaiku atau aku hanya salah satu perempuan koleksinya? Aku terus memeluknya saat dia membasuh tubuhku dengan air hangat dan membersihkan kemaluanku. Kemudian setelah membersihkan diri, kami tidur kelelahan.
*****
Besoknya saat aku bangun, Martin sudah tidak ada di sebelahku. Kulihat jam dinding menunjukkan pukul sembilan. Detik berikutnya aku baru sadar kalau tidur telanjang bulat dan hanya ditutupi selimut. Perlahan-lahan memoriku memutar balik kejadian tadi malam. Agak susah mengingat kejadian semalam setelah pakai ineks dan minum minuman beralkohol.
Setelah ingat semua, dengan lunglai aku bangkit dan melihat kemaluanku. Kuraba dan kupegang kemaluanku. Rasa nikmat dan geli semalam masih terbayang di pikiranku. Pikiran jelek mulai menggangguku. Aku sudah tidak perawan! Aku sudah kehilangan keperawananku di usia ke 16 dengan cowoq yang bukan pacarku maupun suamiku! Edan! Aku lepas kendali!
Kata-kata Ling mulai teringat kembali. Saat dia kehilangan keperawanannya pertama kali, dia menangis menjadi-jadi semalaman. Namun sekarang dia sudah biasa dan malah sering making love. Aku teringat saat Ling mengenalkan Martin padaku, dia memperingatkan Martin agar jangan macam-macam padaku. Berbagai macam kejadian dari awal aku kenal kehidupan malam sampai saat ini lalu lalang dalam pikiranku seakan-akan menyindirku. Sekarang semuanya telah terjadi! Aku tak percaya! Aku jadi seperti Ling!
Aku ingin menangis menyesali semuanya! Namun sudah terlambat! Apalagi saat aku melihat setitik noda hitam pada sprei. Aku langsung menangis menjadi-jadi. Aku merasa berdosa! Bayangan wajah Papa Mamaku berkelebat berganti-ganti dalam benakku. Aku merasa berdosa pada Papaku, pada Mamaku, pada kakakku, pada seluruh keluargaku!
Aku ke kamar mandi untuk membersihkan diriku! Aku merasa kotor dan hina! Aku bukan Tina yang dulu lagi! Masa depanku hancur! Siapa yang mau sama aku! Cowoq mana yang mau menerima ceweq seperti aku! Ceweq yang sudah tidak utuh lagi! Ceweq murahan! Aku benci diriku sendiri! Aku benci semua orang! Aku menangis lama sekali di kamar mandi. Kutumpahkan semua perasaanku dalam air mata yang segera tersapu guyuran air hangat. Hingga akhirnya aku tergeletak lemas di lantai kamar mandi.
Setelah bosan menangis, aku segera beranjak dari kamar mandi dan mengenakan pakaian. Kuambil ponselku dan kukirim SMS pada Ling. Aku minta dia menjemputku di rumah Martin. Ling menyanggupi dan berjanji akan menjemput aku sepulang sekolah pukul 13.00
Pukul sebelas Martin pulang ke rumah. Tiba-tiba perasanku jadi campur aduk saat kudengar suara mobil Martin memasuki rumah. Ada perasaan jengkel yang menggebu-gebu padanya.
“Kok berani-beraninya orang segede dia menjerumuskan anak kecil! Dasar hidung belang!” pikirku jengkel.
Aku duduk di ranjang menghadap pintu sambil menunggu dia masuk. Kusiapkan wajah sesuram mungkin agar dia tahu kalau aku marah padanya. Aku sudah mempersiapkan diri untuk mendiamkannya selamanya. Pokoknya dia harus tahu kalau aku marah!
Martin yang sepuluh tahun lebih dewasa tahu bagaimana harus bertindak menghadapi aku. Dia diam saja saat aku mendiamkannya. Lalu mulai mengajakku makan. Aku menolak. Dia terus mengajakku bicara dan bercerita kalau dia bangun kesiangan sehingga terlambat kerja. Dia pura-pura tidak tahu aku marah padanya. Sejurus kemudian dia mulai memelukku dan mengatakan kalau dia segera pulang karena khawatir aku belum makan atau kesepian di rumah.
Lama-lama aku kasihan juga padanya. Dia baik padaku. Sebenarnya yang salah aku. Aku yang memaksanya melakukan itu. Padahal kemarin dia sudah mau tidur, aku malah merangsangnya habis-habisan. Yah, aku yang salah. Seperti membangkitkan macan tidur. Aku pun mulai melunak. Aku mulai menjawab pertanyaannya sepatah-sepatah sampai akhirnya suasana mulai cair.
Mengerti umpannya mengena, Martin mulai merayuku dan menggodaku. Aku tidak tahan digoda dan mulai membalas godaannya.
“Martin, kamu harus bertanggung jawab! Kamu harus kawin sama aku!” serangku.
“Jangan kuatir sayang! Aku ini dari dulu juga suka sama kamu. Cuma aku takut kamu yang nggak mau sama aku karena aku terlalu tua. Hahahaha..” balasnya.
Aku tidak peduli pikirku. Toh aku juga merasa cocok dengan Martin. Dia begitu dewasa. Dia bisa momong aku. Masalahnya, dia sepuluh tahun lebih tua dari aku. Apa orang tuaku setuju aku menikah dengannya?
Pikiranku sudah jauh lebih baik sekarang. Martin memelukku erat-erat dan menghiburku. Aku jadi makin sayang padanya.
Akibat kejadian malam itu, hampir tiap hari aku making love dengannya. Kami melakukan di rumahnya, di hotel, di kamar mandi, di mobil dan dimanapun kami mau! Berbagai posisi kami lakukan. Aku benar-benar ketagihan bersenggama! Bahkan kami pernah menginap seharian di hotel dan tidak keluar kamar sama sekali. Saat itu aku sampai orgasme sebelas kali waktu making love dengannya! Benar-benar liar dan tak terkontrol!
Acara tripping selalu dilanjutkan dengan making love. Kesukaan kami adalah triping sambil telanjang bulat berdua di kamar Martin sambil bercumbu. Asyik sekali rasanya! Saat pengaruh ineks menurun, kami bersenggama atau melakukan oral seks untuk membuat on lagi. Setelah benar-benar habis, kami lanjutkan dengan minum minuman keras. Edan..
Dua bulan terakhir ini aku jarang kontak dengan Martin. Martin sibuk dengan pekerjaannya, sedangkan aku sibuk diadili oleh keluargaku. Mereka marah besar padaku dan mengawasiku dengan ketat. Ponselku disita sementara. Telepon untukku disortir sama orang tuaku. Kemana-mana selalu diantar sopir ayahku. Pokoknya aku jadi tahanan rumah!
Entah siapa yang salah! Aku tak perlu menyalahkan siapa saja selain diriku sendiri. Aku sendiri pun menyesal menyadari kondisiku sekarang. Orang luar pada bingung melihat tingkahku. Aku hidup di dalam keluarga yang harmonis. Orang tuaku sayang dan perhatian padaku. Tapi kok bisa aku terjerumus jadi seperti ini?
Hahaha.. memang bodoh apa yang kulakukan. Penyesalan sudah tidak ada gunanya lagi. Entah sampai kapan aku bisa berhenti dari dunia gila ini? Aku pun sudah mulai bosan..

Read more