Nice DAy and welcome to myBLog†

Translate


3WANITA 1 & 2

Written by Pythagoras 0 comments Posted in:

Namaku Rudy, berasal dari kawasan Indonesia Timur. Usiaku 23 tahun. Sejak tahun 1998 aku hijrah ke Surabaya untuk meneruskan studi di sebuah PTN terkenal. Dari daerahku yang agak terkebelakang aku beralih ke pergaulan metropolis. Teman-teman mahasiswi yang cantik manis ternyata mudah diajak bergaul. Namun, aku menyimpan obsesi. Apa itu? Ingin kurasakan seperti apa nikmatnya bersetubuh dengan wanita dari berbagai daerah. Siapa kira obsesiku itu agak dengan mudah terpenuhi? Berikut kisahku dengan tiga wanita dari 3 daerah berbeda.
Hari Sabtu, kira-kira pukul delapan pagi. Aku masih di tempat tidur ketika teleponku berdering. Dengan agak malas kuangkat.
“Haloo.. Rudy di sini”, kataku.
“Hi, Rud!”, suara wanita. “Ini Warsih. Gimana khabarnya?”
Mataku sepenuhnya terbuka sekarang. Di pelupuk mataku segera terbayang wajah manis wanita Jawa berusia tiga puluh tiga tahun tersebut.
“Hi..” aku jadi bersemangat. “Baik-baik. Ada apa?”
“Mau nggak, sore ini nemenin aku ke Pacet?” tanyanya.
Hatiku bersorak. Tentu saja aku mau.
“Aku menjemputmu sekitar jam empat di Jl. Darmo, seperti biasa. Suamiku lagi ke Solo menghantar Dodi dan Novi ke kakek neneknya. Pulang Senin siang. Aku jadi punya waktu untuk bersantai. OK?”
Aku hanya tertawa. Bersantai? Tentu saja di ranjang Villa keluarganya di Pacet sana. Lelaki normal mana yang mau menolak undangan seperti ini?
Sejak diperkenalkan Ibu Shirley kepadaku, sudah belasan kali ia merasakan kejantananku. Kesempatan itu datang lagi. Terbayang di mataku pergumulan hangat yang akan terjadi. Akan kugeluti tubuh montok itu, akan kusetubuhi dia sampai puas. Ibu Suwarsih sangat menarik walau sudah beranak dua. Tubuhnya sintal, tinggi dengan rambut lurus sedikit dibawah pundak. Buah dadanya besar menantang, putih dan ranum dengan putingnya yang berwarna merah jambu menonjol ke depan dengan seksinya seakan-akan belum diteteki seorang anakpun. Perutnya masih rata dan mulus dengan pinggang yang cukup langsing, digantungi oleh bongkahan pantatnya yang besar. Paha dan betisnya serasi dengan pantatnya. Dan terutama, kemaluannya yang berbulu hitam lebat berwarna kemerah-merahan, sudah sering kugenjot sampai ia menjerit-jerit. Aku tersenyum membayangkan kenikmatan yang akan kureguk.
Kurang lima menit pukul empat sore, aku berdiri di pinggir Jl. Darmo. Sebuah mobil kijang biru berkaca raiban berhenti. Pintu terbuka dan aku pun masuk. Ia tersenym dengan bibirnya yang merah merekah, menatapku tanpa berkata apa-apa namun dengan sorot mata penuh birahi yang perlu dipuaskan. Kututup pintu dan segera kulumat bibirnya yang basah menggairahkan.
“Ayo kita berangkat”, kataku melepaskan bibirnya.
Ia mengangguk dan melarikan mobil. Selama di perjalanan, tanganku tak henti-hentinya menari-nari di lekak lekuk tubuhnya. Ia tidak menolak sedikitpun malahan bergerak-gerak memberiku keleluasaan menjarah rayah tubuhnya. Di lereng sebuah bukit kuminta ia menghentikan mobil. Walau agak heran ia berhenti juga. Tanganku mulai beraksi mencopoti pakaiannya. Dadanya terbuka. Sebuah BH kecil berwarna cream menutupi seperempat buah dadanya. Segera mulutku menerkam kedua gunung kembar yang mulus itu. Ia mengerang-ngerang. Tanganku sibuk mencopoti rok pendek yang dikenakannya. CD cream kecil menutupi kemaluannya. Kugeluti dia di atas jok mobil itu. Ia melenguh semakin hebat dan mencari-cari reseluiting celanaku. Ditariknya ke bawah dan jemarinya yang halus menyusupi CD-ku dan meremas batang kemaluanku. Ia sudah siap untuk disetubuhi tetapi kutahan diri.
“Ayo kita berangkat lagi”, kataku.
“Kok tidak diteruskan”, katanya dengan nafas panjang. Sorot matanya menerawang penuh nafsu.
“Belum saatnya”, sahutku menggoda. “Nanti di villa saja.”
Maka sambil tersenyum ia kembali menyetir. Tembok pagar villa yang tinggi menjadi pelindung yang aman. Sambil berpelukan kami memasuki villa dan terus melangkah ke kamar tidur karena pertarungan ronde pertama akan segera dimulai. Kupelorot setiap helai kain yang melekat di tubuhnya sehingga ia berdiri di hadapanku telanjang bulat. Kucopot pakaianku dalam hitungan detik dan langsung menerkam tubuhnya yang bahenol. Kami berjatuhan ke atas ranjang yang empuk dengan nafas memburu, sepenuhnya dikuasai nafsu birahi yang minta dipuaskan.
Bibirku beradu dengan bibirnya. Mulutku terbuka membiarkan lidahnya menjulur masuk mempermainkan lidahku, sementara kedua tanganku asyik bermain di kedua payudaranya. Puas mempermainkan bibirnya, kurayapi pipi dan dagunya. Di bawah sana, tangannya yang lembut mengelus dan meremas-remas kemaluanku. Aku mengerang nikmat. Mulutku beralih ke kedua payudaranya yang mengeras. Kurasakan denyut jantungnya yang semakin cepat dan nafasnya yang memburu.
Mulutku terus turun merayapi perutnya. Tubuhnya menggelinjang menahan nafsu birahi yang semakin memuncak. Bibirku semakin mendekati kemaluannya yang berbulu lebat dan mulai meneteskan cairan bening. Pahanya membuka seiring dengan mulutku yang lincah bermain mendekati lubang surgawinya. Pantatnya mulai berguncang-guncang hebat. Ia sudah kehilangan pegangan sama sekali. Kuisap pangkal pahanya dan sesekali mendengus di bulu-bulu lebat kemaluannya. Ia semakin keras mengerang. Akhirnya kubenamkan mulutku di lubang kemaluannya. Lidahku menjulur masuk. Ia tersentak dan menekan kepalaku lebih dalam menyusupi selangkangnya. Kuisap klitorisnya. Erangan itu berubah menjadi jeritan. Kupikir inilah saat yang tepat.
Kurebahkan dia ke atas kasur dan dengan cepat menindih tubuh molek itu. Kemaluanku yang sudah keras tegak itu dengan menggebu mencari sasarannya. Kugenjot sekali, salah. Kugenjot kedua kali. Kurasakan kemaluanku menyusup masuk membelah lubang kemaluannya yang hangat berlendir. Ia membuka paha lebar-lebar sehingga dengan gampang aku menyuruk masuk lebih dalam.
“Aaachh..”, ia menjerit panjang.
Kugerakan pantatku naik turun untuk memberikan rasa nikmat kepadanya. Dia menjerit-jerit tanpa arah. Nafasku memburu. Mulutku sibuk melumat kedua buah dadanya. Tiba-tiba tubuhnya mengejang. Ia menghentakkan pantatnya ke atas dan menelah penuh kejantananku. Aku tahu, dia sudah mencapai orgasme. Suara jeritannya keras membelah dinginnya malam. Pahanya ketat membelit pinggangku. Tubuhnya menggeletar menahan rasa nikmat. Tapi aku tak mau menyerah. Setelah beberapa menit diam membatu membiarkannya mereguk kenikmatan itu, aku mulai menggerakkan pantatku lagi. Kembali ia menggeliat-geliat. Terpikir olehku untuk memberikan satu sensasi baru baginya.
Kucabut kemaluanku yang masih tegang itu. Kutarik tubuhnya turun dari ranjang. Dengan tubuh yang gemetaran karena menahan rasa nikmat ia menuruti kemauanku. Dalam posisi berdiri kubuka pahanya dan berusaha memasuki lubang kemaluannya. Ia melengkungkan pantatnya ke belakang menekan birahinya yang menggila. Kuraih pundaknya dengan tangan kiriku dan menekannya ke arah dadaku, sementara tangan kananku menjangkau pantatnya yang besar itu. Kusentakkan pantat yang lembut itu ke arah kemaluanku. Meluncurlah batang kemaluanku membelah lubang kemaluannya, lancar seperti jalan tol.
“Aaachh..”, sekali lagi terdengar jeritannya panjang membelah malam.
Mengangkang lebar ia membiarkan aku dengan leluasa menggenjot kemaluannya. Keringatku mulai bercucuran menyatu dengan keringatnya. Matanya terpejam. Rasa nikmat mulai menjalari seluruh tubuhku mendesakku untuk mengakhiri pertarungan ronde pertama ini. Kukencangkan otot perutku. Kemaluanku semakin mengeras dan memanjang. Ia mengerang keras. Bobot badannya merosot tak sanggup ditopang sendi lututnya yang goyah karena rasa nikmat yang tak terkira. Aku terus menggerak-gerakkan pantatku maju mundur sambil mendengar suara kecipak lendir yang membanjiri kemaluannya. Cairan itu sudah mulai turun dan membasahi pahaku. Akhirnya dengan mengerahkan sisa tenagaku kusentakkan pantatku keras ke depan untuk membenamkan kemaluanku sedalam-dalamnya di lubang kemaluannya. Ia menjerit keras dan sejalan dengan itu tubuh kami yang menyatu bergulingan ke lantai berkarpet itu. Pahanya ketat membelit pinggangku. Pantatnya yang besar itu berguncang-guncang hebat. Tangannya ketat memelukku. Giginya terbenam di bahuku sehingga jeritan kenikmatannya tersekat di sana. Kurasakan gelombang kenikmatan orgasme merayapi tubuhku. Tubuh kami yang menyatu diam membatu mereguk sisa-sisa kenikmatan. Sekitar dua puluh menit berlalu.
“Terima kasih, jantanku”, kata dia sambil membelai wajahku. “Aku puas sekali!”
“Aku juga puas sekali”, sahutku. “Kamu luar biasa malam ini.”
Kami beralih ke kamar mandi. Acara mandi air hangat di bathtub dipenuhi dengan elusan, remasan dan rabaan. Dengan leluasa aku merayapi semua lekuk liku tubuhnya, demikian pun sebaliknya. Ketika rabaan dan usapan itu semakin memanas, ketika gejolak nafsu semakin tak terkendali, kembali aku bersatu dengan tubuh bahenol nan sexy itu. Kecipak air yang tertumpah ke lantai kamar mandi tak lagi dihiraukan. Yang ada hanyalah pertarungan seru dua jenis manusia, pertarungan tanpa senjata. Pertarungan untuk mencari kenikmatan badaniah. Ia mendesah-desah nikmat dengan mulut terbuka seperti ikan yang kehabisan air. Tangannya ketat merangkulku sementara pahanya mengangkang lebar sehingga aku leluasa memainkan kemaluanku di lubang kemaluannya.
Tanpa merasa perlu berpakaian kami menikmati makan malam. Sementara mulutku menikmati hidangan least itu, mataku dapat terus menikmati kemolekan kedua payudaranya atau kemulusan pahanya. Rasanya sangat nikmat ketika sebelah tangan menyuapkan makanan ke mulut sementara tangan yang lain bergerilya di sekitar lekukan buah dadanya. Demikian pun sebaliknya. Tangan dia pun tak henti-hentinya mempermainkan batang kejantananku sehingga senjata kebangganku itu dengan cepat berdiri kembali, siap untuk memberikan kenikmatan yang lebih hebat lagi kepadanya.
Selesai makan ia beranjak ke ruang tengah. Aku mengikutinya dari belakang, menikmati goyangan pantatnya yang menawan. Kuperhatikan kedua pinggulnya yang bulat dan padat namun lembut, bergoyang-goyang naik turun bergantian, indah sekali. Tak sanggup menahan diri, kuterkam ia dari belakang. Ia menjerit kecil lalu dia diam, membiarkan diriku menikmati setiap jengkal tubuhnya. Kuremas sejenak kedua belah pantatnya yang besar itu lalu kupeluk dia dari belakang. Kedua tanganku melekat erat di kedua buah dadanya sementara kemaluanku yang sudah menegang menusuk-nusuk pantatnya yang bergetar-getar lembut.
“Nonton video, yuk”, ajak dia.
Aku duduk di sofa sementara ia menyetel videonya sementara aku duduk di sofa. Adegan-adegan hot pun mulai muncul dari BF yang dipilihnya. Sepasang manusia dengan penuh gairah bersetubuh nampak di layar televisi. Dia menghampiriku, membuka pahaku dan duduk di lantai di antara kedua kakiku. Lehernya yang jenjang disandarkannya tepat di atas kemaluanku. Kemaluanku yang sudah tegang itu bergetar-getar. Ia tertawa kegelian. Di layar TV adegan persetubuhan itu semakin panas. Si lelaki berbaring lurus dan sang wanita yang berpantat besar itu merebahkan diri di atasnya. Pantatnya diangkat dan diturunkan perlahan-lahan. Matanya membeliak menikmati masuknya kemaluan si lelaki itu ke kemaluannya.
“Ayo, Rud”, kata dia. “Mau tunggu apa lagi!”
Serentak dengan itu ia memutar kepalanya dan melahap batang kejantananku. Aku tersentak dan mengeram nikmat. Direbahkannya tubuhku di atas lantai berkarpet. dia menidih tubuhku dengan tubuhknya yang montok bahenol. Kedua tanganku dibawa ke kedua payudara montok itu. Aku pun meremasnya sehingga ia mengerang. Tangannya yang halus menangkap kemaluanku dan diremas-remasnya sejenak. Ia mengangkang di atasku. Tangannya menuntun kemaluanku ke lubang kemaluannya. Di mulut kemaluannya ia berhenti sejenak lalu dengan perlahan-lahan diturunkannya pantatnya. Batang kemaluanku yang sudah keras itu dengan lancar membelah lubang kemaluannya yang sudah basah.
“Aaahh..”, erangnya.
Dia mulai menggerakkan pantatnya naik turun. Semakin lama semakin cepat gerakan itu, semakin keras pula lenguhannya. Buah dadanya berguncang-guncang di telapak tanganku. Kepalanya terdongak ke atas dengan mata terpejam dan mulut terbuka. Aku merasakan satu sensansi yang luar biasa di kemaluanku yang semakin mengeras dan membesar. Tiba-tiba ia menghentakkan pantatnya ke bawa. Matanya membeliak dan tubuhnya menggelepar di atasku. Jeritannya tertahan di leherku. Aku tahu ia mencapai puncak orgasmenya. Kubiarkan ia berbaring diam membatu di atasku sampai sekitar sepuluh menit, lalu aku mulai beraksi lagi.
Aku mendorong tubuhnya ke samping. Ia menelentang lemas. Mataku melirik ke layar TV. Adegan doggy sedang berlangsung. Si lelaki itu sedang menyetubuhi si wanita bahenol itu dari belakang. Aku ingin menirunya. Kutarik tubuhnya sehingga ia menungging. Aku memutar ke belakangnya dan mulai menyerang. Mula-mula aku agak kesulitan mencapai mulut kemaluannya karena pantatnya yang teramat besar itu. Tetapi aku tidak berputus asa. Kulengkungkan pantatku ke bawah sambil mengangkat pahanya sedikit ke atas. Tanganku lalu beralih menjangkau kedua buah dadanya. Dan dengan satu gerakan yang manis, kemaluanku menerobos kemaluannya yang sudah terbuka lebar dan basah oleh lendir. Kepalanya mendongak sejenak dan terdengar erangan kecil. Lalu mulailah aku menggerakkan pantatku maju mundur. Ia semakin keras mengerang dan menggeliat-geliat menahan rasa nikmat yang tak terkira. Pantatnya bergetar-getar dan berguncang hebat. Dunia sekitar sudah sama sekali dilupakan.
Mendekati puncak aku ingin menikmatinya dengan tubuh lemas. Kulepaskan pantatnya dan kubalik tubuhnya. dia menelentang dengan paha yang terbuka lebar, siap untuk digenjot lagi. Kukencangkan otot perutku, kemaluanku mengacung ke depan tegak lurus, besar dan berlendir. Aku menurunkan pantatku. dia memejamkan matanya siap menikmati penetrasi kemaluanku. Ketika kemaluanku meluncur memasuki lubang kemaluannya, ia mendesah kecil. Dengan segera desahan itu berubah menjadi erangan dan jeritan ketika aku mempercepat gerakan pantatku. Tangannya bergerak-gerak tak tentu arah, demikian pula kakinya yang terkangkang lebar itu.
“Aaahh.. Ooouu.. aauu..!” jeritnya membelah dinginnya udara malam.
Aku tak mempedulikan erangannya itu. Pantatku terus beraksi, kemaluanku menerobos lorong kemaluannya, keluar masuk dengan ganasnya. Kurasakan lahar di kemaluanku akan meledak. Maka kurangkul pundaknya. Mulutku kutanamkan di lehernya. Dengan satu hentakan pantat yang keras, kutanamkan kemaluanku sedalam-dalamnya di lubang kemaluannya. Pantatnya bergetar-getar hebat menahan rasa nikmat yang menjalari tubuhnya. Pahanya ketat membelit pinggangku. Dan gelombang orgasme melanda seluruh tubuhku.
“Crot.. crot.. crot..”, spermaku memancar deras masuk ke liang kemaluannya mengiringi jeritan keras dari mulutnya.
Tubuh kami yang menyatu bergetar-getar kejang menahan rasa nikmat yang tak terkira. Kami terus berpelukan dengan kemaluan yang menyatu. Nafasku memburu bersatu dengan nafasnya. Tak ada kata yang dapat menggambarkan rasa nikmat saat itu. Ketika itulah terdengar ayam jago berkokok.
“Sudah pagi, jantanku”, kata dia sambil membelai wajahku. Ia tersenyum. “Terima kasih. Aku puas sekali. Belum pernah aku sepuas malam ini.”
“Kamu juga wanita luar biasa”, sahutku. “Aku tak akan pernah melupakanmu. Maaf kalau aku agak kasar.”
“Nggak.. nggak kasar, tapi jantan”, sahutnya. “Lelaki macam kamu yang kucari.”
Kukecup bibirnya lembut. Kini saatnya untuk beristirahat. Kubopong tubuh bahenol itu ke kamar tidur dan membaringkannya di atas ranjang lembut. Kuangkat selimut dan menutupi tubuh kami berdua. Tak lama kemudian kamipun hanyut dalam mimpi. Tak ada kecemasan, tak ada hal lain yang dipikirkan. Yang ada hanyalah gairah nafsu, gelora cinta dan keinginan untuk saling memuaskan. Dunia di luar sana boleh berteriak-teriak, tetapi di ranjang vila ini yang ada hanyalah hentakan-hentakan birahi dua manusia berbeda jenis yang mencari kepuasan badaniah.
Jam sembilan pagi aku terjaga. Kupandangi tubuh molek dia di sebelahku. Mulutnya masih menyunggingkan senyum. Pahanya terbuka. Kupandangi bulu kemaluannya yang menggumpal dibasahi oleh cairan kemaluannya dan spermaku. Kemaluannya terbuka sehingga nampak dinding dalamnya yang berwarna kemerah-merahan. Kedua buah dadanya yang sepanjang malam menjadi santapanku mencuat ke atas dengan indahnya. Kubiarkan ia menikmati tidurnya, biar menimba tenaga untuk persetubuhan selanjutnya di hari ini.
Demikianlah hari itu terlewatkan dengan pergumulan penuh birahi. Aku menyetubuhi dia di mana saja. Di dapur, di meja makan, di ruang tengah, di teras, di kebun, di kamar mandi, di sofa, di ranjang, dll. Hari itu sepenuhnya milik kami berdua. Perjalanan pulang sore itu menjadi lebih santai. Nafsu birahi yang menyala-nyala telah terpuaskan. Aku tahu pasti, ranjang birahi dia telah menjadi milikku.
“Aku tetap membutuhkan kejantananmu di lain hari”, katanya ketika menurunkanku di Jl. Darmo.
Aku hanya tersenyum. Masih akan ada waktu untuk kembali menyetubuhi si bahenol seksi yang berbuah dada dan berpantat teramat besar itu. Dia milik suaminya, tetapi jelas tubuhnya itu telah menjadi milikku.
Bersambung . . .
3 wANITA 2
Label: Setengah Baya
Pagi ini aku bangun dari tidur dengan badan yang terasa pegal. Bisa dimaklumi, karena sejak Sabtu hingga Minggu soreh kemarin, aku telah melewatkan hari yang penuh pemuasan nafsu birahi dengan Suwarsih di Villa Pacet. Aku tersenyum sendiri membayangkan pertarunganku yang dramatis dan mendebarkan dengan Suwarsih yang berbuah dada besar dan berpantat teramat besar yang selalu bergoyang-goyang indah, dihiasi oleh kemaluan yang hangat, basah dan berbulu lebat. Sambil bersiul-siul kecil aku melangkah ke kamar mandi. Badanku pun beralih segar setelah mandi, hilanglah segala kepenatan karena pertarungan dengan Suwarsih kemarin. Kuputuskan line telepon karena ingin kulewatkan hari itu sepenuhnya untuk beristirahat.
Hari berikutnya aku bangun dengan tenaga baru. Sekitar jam 11 pagi aku kembali ke rumah kost yang dekat dengan kampus. Baru saja aku masuk telepon berdering.
“Hallo”, sahutku. “Ini Rudy.”
“Hai kuda liar”, sahut suara kenes seorang wanita. “Ini Sherlly.”
Terdengar suara lembut, berbisik seksi penuh gairah nafsu birahi.
Aku tersenyum. Sherlly, saudara mantan ibu kostku yang berasal dari Manado, yang sekarang ini berumah di Darmo Permai. Ibu Sherlly, yang memperkenalkan diriku kepada Ibu Suwarsih, yang juga telah puluhan kali merasakan kejantananku.
“Malam Minggunya ada di mana, hayo”, katanya mengikik.
“Nggak kemana-mana kok, Bu”, sahutku nakal.
“Alaa.. sok aksi kamu ya”, sahutnya. “Siapa yang menggeluti Suwarsih di Pacet sana, hayo.”
“Kok tahu, Bu”, sahutku pura-pura terkejut.
“Yah, tahu dong”, katanya seksi, diiringi desah nafas yang menandakan nafsu birahinya sudah perlu dipuaskan. “Sore itu kutelepon Suwarsih, katanya lagi ke Pacet. Nah, ketika kutelepon kamu, juga nggak ada. Kesimpulan jelas, kamu sedang asyik menggumuli si montok itu. Ngaku aja deh. Emangnya kenapa?”
“Iri nih ye..”, kataku tertawa.
“Idiih.. mentang-mentang jantan. Sok sombong kamu, yah”, sahutnya. “Oh ya.. Aku mau mengundangmu ke rumah. Mumpung suamiku lagi ke Jakarta selama seminggu. Lagian anak-anak kan semua di Malang. Akhir-akhir ini kamu kok maunya ‘tempur’ sama Suwarsih doang. Bisa nggak nemenin aku?”
“Yah, kalau hanya menemani saja sih nggak mau aku”, sahutku nakal. “Kecuali kalau mau ‘tempur’nya. Hahaa..”
“Iddiih.. genit kamu yah”, katanya. “Udah.. udah, aku nunggu di TP, sekarang juga.”
Telepon diputuskannya. Aku tersenyum sendiri. Ibu Sherlly! Telah puluhan kali kusetubuhi wanita ini. Entah keuntungan dari mana yang menimpaku. Aku mengenalnya ketika kost di rumah saudaranya di dekat kampusku. Aku sering membayang-bayangkan seperti apa nikmatnya menggumuli wanita cantik itu. Keberuntunganku datang tiga bulan kemudian. Aku masih ingat. Malam itu hujan lebat. Suaminya pergi ke Jakarta, urusan bisnis. Dua anaknya yang masih kecil sudah tidur. Aku tertahan di rumah itu karena banjir melanda kota Surabaya. Aku disuruh ibu kostku mengantar satu barang ke rumahnya. Karena tak bisa pulang ia menelpon ibu kostku mengabarkan kalau malam itu aku nginap di rumahnya. Aku lagi berbaring di kamar tamu ketika terdengar pintu diketuk. Kubuka, dan Ibu Sherlly berdiri di hadapanku dengan tubuh yang hanya dibelit selembar kain batik.
“Ada apa, Bu”, kataku dengan dada berdebaran melihat tubuh montoknya yang hanya dibelit sehelai kain batik. “Apakah hasratku menjadi kenyataan?” tanyaku.
“Tolong, yah”, katanya. “Punggungku sangat pegal. Tolong dipijit.”
Ia melangkah ke kamarnya tanpa menunggu persetujuanku. Aku mengikutinya. Di kamarnya ia berbaring tengkurap di atas tempat tidurnya. Kainnya tersingkap dan punggungnya yang padat berisi dan mulus itu segera kuremas-kuremas. Dan kelihatannya Ibu Sherlly sengaja mengangkat tubuhnya dengan bertopang pada kedua lengannya, sehingga tersingkap sedikit kedua buah dada yang bergantungan indah itu. Melihat itu, aku mulai sedikit meningkatkan aksiku. Ketika kupijit dekat lengannya, sengaja tanganku tergelincir, dan dengan itu menyentuh kedua buah dadanya. Sentuhanku semakin berani. Dari sekedar menyenggol, menjadi menggelus, akhirnya mencolek. Ia tertawa kesenangan.
Sementara itu, karena badannya terus menerus bergerak, kainnya semakin melorot. Dan tanganku semakin menyingkapkan kain itu ke arah pantatnya. Tanganku memijit dekat pantatnya, dan kugeser semakin ke bawah. Sadarlah aku, bahwa Ibu Sherlly ternyata tidak mengenakan celana dalam. Maka tanganku semakin nakal mendekati pantatnya. Sementara itu di atas sana, tangan kiriku semakin sering tergelincir. Ia mengerang nikmat. Pantatnya semakin terbuka. Ia rupanya memberiku kesempatan.
Sementara itu hujan di luar sana semakin lebat. Sejalan dengan itu, pantatnya semakin terbuka. Maka aku menjadi nekad, apapun yang terjadi. Pada saat yang bersamaan, tangan kiriku menyuruk ke bawah dadanya menangkap buah dada kirinya, sementara tangan kananku menyuruk ke balik pahanya. Serta merta kubalikkan tubuhnya. Ia terpekik, tetapi aku telah menyerang dan menindih tubuhnya yang montok dan mulus itu.
“Oh, Rudy.. aahh.. jangaann..” pekiknya, tetapi ternyata tangannya malah merangkulku. Aku tahu, itu hanya sandiwara penolakan.
Mulutku segera mencari mulutnya dan membekapnya. Ia terdiam. Lidahnya mulai beraksi menjulur ke dalam mulutku dan mempermainkan lidahku. Sementara itu, tanganku telah dengan leluasa menjarah tubuhnya yang sudah tidak tertutup sehelai benangpun. Mulut kami bermain dengan lincahnya. Puas kunikmati bibirnya, mulutku mulai beralih ke seluruh wajahnya. Tidak terdengar lagi erangan penolakan. Yang ada hanya erangan birahi yang semakin memuncak. Tangannya kini aktif bermain, meraba dan mengelus tubuhku, berusaha membangkitkan gairah yang lebih besar lagi. Tidak ada lagi gerakan penolakan seperti sebelumnya. Yang ada cuma nafsu menggila yang perlu pemuasan.
Akhirnya, kuputuskan untuk menyetubuhinya. Kulepaskan tubuhnya sambil mencopot celanaku. Dan sambil terus mendesis, aku menerkam tubuhnya yang montok. Di luar sana, hujan turun semakin deras seakan menjadi tirai yang melindungi kami. Malam semakin larut, tetapi kami semakin bersemangat. Tangannya yang halus terulur dan menangkap kemaluanku yang besar dan panjang, yang tegang dan keras seperti senapan mesin. Lalu perlahan dibimbingnya ke lubang kemaluannya. Aku mengikuti irama yang diciptakannya itu. Mulutku terus mempermainkan bibirnya. Dan sesampainya batang kejantananku di mulut lubang kemaluaannya yang berbulu lebat itu, tiba-tiba ia menghentakkan pantatnya. Bersatulah kami sepenuhnya. Kemaluanku dengan ganasnya meluncur, membelah bulu-bulu lebat dan hitam di seputar mulut lubang kemaluannya, meluncur tidak terkendali ke dalam lubang kemaluannya yang licin serta hangat itu.
“Aaahh.. aauu.., jeritnya tidak keruan.
Pantatnya berguncang hebat, menahan rasa nikmat yang tidak terkendali. Pahanya terangkat membuka lebar kemaluannya, sehingga kemaluanku dengan leluasa menyuruk masuk sedalam-dalamnya, menikmati setiap remasan dinding lubang kemaluannya.
Hujan tercurah dengan lebatnya. Sesekali guntur menggelegar mengiringi kilat yang menyambar. Tetapi semua itu sama sekali tidak mempengaruhi pergumulan kami. Kurasakan kuku-kukunya membenam di daging punggungku, sementara giginya menancap di bahuku. Jeritan nikmatnya tersekat di sana. Kuangkat pantatku dan menggenjoti kemaluannya, naik turun, naik turun, membuat dirinya merasa seperti terangkat ke langit-langit yang tinggi. Maka oleh satu hentakan keras, kusentakkan kemaluanku ke bawah, dan memancarlah spermaku ke dalam lubang kemaluannya. Aku menggeram menahan rasa nikmat mengiringi jeritan orgasmenya membelah dinginnya malam. Malam itu kami masih mengulanginya beberapa kali lagi.
Ternyata Ibu Sherly mempunyai teman senasib. Aku diperkenalkannya kepada dua temannya, Suwarsih (baca kisah 1) dan Mei (baca kisah 3). Bergantian aku menggeluti tubuh mereka untuk memberikan kepuasan sex yang sudah tidak mereka temukan lagi dari suami mereka. Kalau aku lagi butuh sex, aku dapat meminta salah satu dari ketiganya melayaniku. Dan sekarang ini Ibu Sherly mengundangku.
Cepat aku berpakaian yang rapih. Di depan Tunjungan Plaza aku turun dan menanti. Sebuah Toyota twin-cam hitam berhenti dan pintu kiri depan dibuka. Aku segera masuk. Setelah kututup pintunya, segera kuraih tubuhnya ke dalam pelukanku dan melumat bibirnya yang merah merekah. Ia melarikan mobilnya dan tidak lama kemudian kami tiba di Darmo Permai. Sambil bergandengan tangan kami melangkah memasuki rumahnya. Pintu dikunci dan kami segera beralih ke lantai atas. Kuangkat tubuh bahenolnya itu ke dalam gendonganku. Ia tertawa. Pahanya yang mulus bergoyang-goyang, sementara pantatnya yang teramat besar itu terasa hangat di tanganku. Tanpa basa-basi aku membawanya ke kamar tidur. Sambil berpelukan kami masuk ke kamar yang besar dan harum itu. Di tempat ini, di atas ranjang inilah pertama kali aku menyetubuhinya. Persetubuhan yang memberikan pengalaman indah bagiku, pertama kali menidurinya.
Kulemparkan tubuhnya yang indah itu ke atas ranjang. Ia tersenyum menatapku, menantikan aksi kejantananku. Segera kuterkam dia dan kamipun mulai bergelut. Mulut kami bersatu dan saling menyedot untuk membangkitkan nafsu yang lebih besar. Tangan kami masing-masing menjalar ke segala lekuk liku tubuh lawan masing-masing. Dengan leluasa kucopoti setiap lembar pakaian yang menempel di badannya. Kutarik rok pendek yang dikenakannya, lalu mencopot blousenya. Sambil terus menikmati buah dadanya dengan mulutku, kedua tanganku melingkar dan melepaskan kancing BH-nya. Buah dadanya mencuat keluar dengan indahnya, sementara perutnya yang rata dan putih mulus itu menggeletar-geletar menahan rasa birahi yang semakin meningkat. Akhirnya, tanganku meluncur ke bawah dan melepaskan celana dalam tipis yang dikenakannya. Kini ia terbaring telanjang tanpa sehelai benangpun. Kubiarkan dia berbaring telanjang bulat. Tenang-tenang tanpa terburu kulepaskan pakaianku. Dengan tubuh telanjang bulat aku menghampirinya. Matanya tertutup, tetapi ia pasti menyadari kehadiranku di dekat ranjangnya itu. Kulihat bulu badannya meremang, menahankan gairah birahi yang menggila.
Aku tersenyum mengamati tubuhnya yang indah dan montok itu. Wajahnya yang oval, kulitnya yang putih halus, alisnya yang cukup tebal, bibirnya yang sensual, pipinya yang bulat, dagunya yang mungil, lehernya yang jenjang, bahunya yang berisi, dadanya yang mulus dihiasi dua payudara yang besar dan mencuat ke atas seperti gunung kembar, dengan puting susu yang merah kecoklatan, perutnya yang rata dengan pusar yang menawan, pahanya yang putih mulus dan merangsang menggeletar, betisnya yang bulat, pantatnya yang teramat besar dan bulat yang suka berguncang dengan hebatnya kalau lagi menahan birahi, serta lubang kemaluannya yang kemerah-merahan, basah, licin dan dihiasi dengan bulu hitam lebat yang menutupi bukit kemaluannya. Pendek kata ia tampil sebagai seorang wanita yang sempurna dalam segi biologisnya yang sangat menyenangkan lelaki yang bersetubuh dengannya. Dan sekarang saatnya bagiku untuk membuktikan semua itu.
“Ngapain sih, nggak dimulai”, protesnya. Mungkin karena terlalu lama menunggu, ia menjadi penasaran. “Aku udah nggak tahan nih.”
“Nggak jadi deh”, kataku memancingnya.
“Apa-apaan ini”, katanya tersentak bangun. ” Itu nggak fair namanya. Memangnya hanya Warsih yang menggairahkan. Cepetan dong, aku udah nafsu nih.”
Aku tertawa. Serentak dengan itu kuterkam tubuhnya yang bahenol itu. Tubuh kami terguling ke atas ranjang yang empuk, yang telah puluhan kali menjadi arena penuh dendam birahi yang membara mencari kepuasan. Nafsu birahiku menggelegak. Kutindih tubuhnya dengan gairah yang menggila. Mulutku beraksi di sekujur wajahnya, sementara tanganku mempermainkan kedua payudaranya sepuas hatiku. Sementara itu, tangannya yang halus pun asyik mempermainkan kemaluanku yang mulai mengeras tegak seperti tank baja, siap menggenjot kemaluannya. Diremasnya, dielusnya, diusapnya, dipermainkannya dengan penuh gairah. Aku menggeram menahankan rasa nikmat yang semakin menghebat.
Mulutku mulai menikmati buah dadanya. Dengan penuh nafsu kukerkah kedua payudara itu. Ia membusungkan dadanya, agar mulutku dengan leluasa bisa menjelajahi setiap jengkal payudaranya. Mulutku mengerkah dan mengisap, diselingi dengan gigitan halus membuatnya mengerang tidak keruan. Ia menggeliat-geliat tanpa daya, lemas menikmati semuanya itu.
“Ooohh.. aahcchh..” erangnya.
“Auu.. ach..oouu..” lenguhnya kehilangan pegangan sama sekali.
Sejalan dengan itu kutingkatkan seranganku. Mulutku mulai memutari perutnya, sementara kedua tanganku melingkar ke pantatnya yang teramat montok dan mulus halus itu. Kuremas dengan penuh nafsu. Mulutku semakin mendekati kemaluannya. Ia semakin lebar mengangkangkan paha-nya, menanti intervensi mulutku ke kemaluannya itu. Kuisapi setiap jengkal perutnya untuk membangkitkan gairah nafsu birahinya. Semakin mendekati lubang kemaluannya, lenguhannya semakin keras.
“Aaauu.. Rudy.. lakukan.. sekarang.. sekarang.. aku tidak bisa tahan lagi.. aahh.. aacchh..” lenguhnya tidak keruan.
Aku tidak menghiraukannya. Aku masih ingin bermain, walau kemaluanku sendiri telah tegak seperti meriam, sudah ingin membelah lubang kemaluannya. Mulutku semakin mendekati kemaluannya. Kusapu sejenak lubang kemaluannya dan hinggap di pahanya. Kudengar desah nafas panjang menandakan kekecewaannya. Pasti ia menginginkan agar kubenamkan mulutku di kemaluannya. Tetapi tidak, aku malah merayapi pahanya semakin ke bawah untuk menikmati betisnya. Kuelus betisnya dengan tanganku, sementara mulutku terus mengisapi pahanya, semakin naik mendekati sentrum persetubuhan kami ini. Pahanya tergeser semakin melebar, seirama dengan gerakan mulutku yang semakin mendekati bagian terlembut dari tubuhnya. Akhirnya, setelah ia semakin tidak terkendali lagi, kubenamkan mulutku ke kemaluannya dan menjilatinya dengan penuh gairah. Ia tersentak bangun dan menekan kepalaku lebih dalam ke selangkangnya. Beberapa saat kubiarkan ia berbuat begitu untuk memberikan nikmat yang lebih besar.
“Aaahh.. aduuhh..”, erangnya.
Tiba-tiba ia menolak tubuhku sehingga telentang di atas ranjang. Belum lagi hilang kagetku, mulutnya yang mungil telah melahap kemaluanku yang besar dan tegang itu. Aku terkesiap, membeliak menahankan kenikmatan yang tidak terkira. Ia mengisap dan mengulum dengan lincahnya. Lidahnya begitu pandai mempermainkan ujung kemaluanku, membuatku seakan berada di surga yang ke tujuh. Tetapi aku tak ingin dikuasai wanita itu. Maka cepat kusentakkan kepalanya ke atas. Mulutnya terbuka dengan mata yang nanar karena nafsu yang semakin menggila. Kurasa sudah saatnya menggenjot kemaluannya.
Kutolak dia ke atas ranjang. Ia tertelentang dengan paha yang terbuka lebar. Maka segera aku merebahkan diriku ke atas tubuhnya yang montok itu. Kedua tanganku merangkuli pundaknya sementara mulutku menjelajahi wajahnya. Dan di bawah sana, kemaluanku dengan ganasnya mencari jalan masuk. Sengaja beberapa kali kubuat meleset untuk membuat hilang kesabarannya. Dan memang, tidak lama kemudian tangannya yang mencengkam punggungku beralih ke sana. Tangan halus itu menangkap kemaluanku, meremasnya sesaat dan membimbingnya untuk masuk ke dalam lubang kemaluannya yang sudah membanjir dengan lendir licin itu. Dan kurasakan kemaluanku meluncur ke dalam dengan lancarnya membuat ia menjerit tertahan, menahan rasa nikmat yang tidak terkira. Kurasakan jepitan nikmat dan lembut yang dilakukan otot kemaluannya atas kelaminku. Aku menggeram menahan rasa nikmat. Ia terus menjerit-jerit tanpa arah.
“Aaah..” jeritnya panjang tanpa ampun.
Aku membiarkan ia meluapkan seruan kenikmatannya itu sesukanya. Dan di bawah sana, kemaluanku beraksi dengan ganasnya, mempermainkan kemaluannya sepuas hatiku. Kugenjot kemaluannya dengan gerakan maju mundur yang berirama, membuat ia seperti cacing kepanasan. Pahanya terangkat dan bergerak ke sana kemari tanpa arah. Kurasakan ia pun memutar-mutar pantatnya yang besar dan berguncang-guncang untuk memperbesar rasa nikmat birahi. Pantatnya yang besar itu menjadi andil yang memberikan kenikmatan yang hebat, bukan saja untuk dia tetapi untuk saya juga.
Aku semakin hebat mengamuk. Pantatnya semakin berguncang hebat. Pahanya terus bergetaran sementara tubuhnya menjadi licin dilumuri keringat. Mulutku terus menjarah rayah mulut dan pipinya yang montok dan merangsang. Kurasakan getar tubuhnya yang menahan rasa nikmat yang luar biasa. Sementara itu tangannya yang halus semakin kuat mencengkam punggungku. Aku semakin bersemangat mempermainkan kemaluannya. Kugerakan pantatku semakin cepat dan keras. Terkadang aku menekan dengan sangat halus, terkadang aku mendesak dengan agak kasar, membuat ia selalu ingin aku meningkatkan permainanku ini.
“Aaah..” jeritnya panjang.
Aku pun mulai merasakan kelelahan merayapi tubuhku. Sudah lebih dari sejam pertarungan ini. Kurasa perlu diakhiri. Maka dengan gerakan yang manis tetapi pasti kuhentakkan pantatku, kubenamkan kemaluanku dalam-dalam di lubang kemaluannya. Ia berteriak keras menandakan kenikmatan puncaknya.
“Aaauu..”, serunya tertahan di bahuku.
Aku menggeram menahan rasa nikmat, mengiringi pancaran spermaku masuk ke dalam lubang kemaluannya. Kurasakan cairan kemaluannya pun mengucur deras membasahi pahaku. Pahanya naik membelit pinggangku. Tanganku mencengkam kuat bahunya. Kurasakan buah dadanya mengeras di dadaku. Sementara kuku-kukunya membenam di dagingku. Nafasku memburu, tubuhku dan tubuhnya basah bersimbah keringat, panas tetapi teramat nikmat.
Setengah jam lamanya tubuh kami terbaring kaku, menggeletar nikmat, membiarkan tubuh ini menikmati sisa-sisa kenikmatan birahi yang ada. Badanku dan badannya melemas. Setengah jam berlalu, kuangkat wajahku. Ia membuka matanya dan tersenyum. Kucabut kemaluanku keluar dari kemaluannya, meneteskan sisa cairan vagina yang ada di sana. Kupandangi sejenak kemaluannya yang terbuka berwarna kemerah-merahan itu, seakan-akan tersenyum kepadaku. Bulu-bulunya yang hitam lebat itu basah kuyup dan menggumpal lekat pada sisi kemaluannya. Aku tersenyum dan memandangnya. Ia meraih tubuhku ke dalam pelukannya dan dan dengan halus mesrah mengecup bibirku sebagai ucapan selamat dan tanda terima kasih.
“Terima kasih jantanku”, katanya sambil membelai wajahku. “Aku sangat puas dengan kejantananmu. Aku kagum. Kamu lelaki idaman setiap wanita di atas tempat tidur.”
Kami saling berpandangan dan tersenyum, membayangkan masih banyak kali kami akan bertemu untuk memuaskan nafsu birahi masing-masing.

0 comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.