Nice DAy and welcome to myBLog†

Translate


Villa Surga Kenikmatan

Written by Pythagoras 0 comments Posted in:

Saat ini saya menginjak 17tahun, dan kisah ini terjadi kira-kira 2 bulan yang lalu, saat aku liburan akhir semester. Waktu itu aku sedang libur sekolah. Aku berencana pergi ke villa tanteku di kota M. Tanteku ini namanya Sofi, orangnya cantik, tubuhnya-pun sangat padat berisi, dan sangat terawat walaupun usia nya memasuki 38 tahun. Aku ingat betul, pagi itu, hari sabtu, aku berangkat dari kota S menuju kota M.

Sesampainya di sana, aku pun disambut dengan ramah. Setelah saling tanya-menanya kabar, aku pun diantarkan ke kamar oleh pembantu tanteku, sebut saja Bi Sum, orangnya mirip penyanyi keroncong Sundari Soekotjo, tubuhnya yang indah tak kalah dengan tanteku, Bi Sum ini orangnya sangat polos, dan usianya hampir sama dengan tante Sofi, yang membuatku tak berkedip saat mengikutinya dari belakang adalah bongkahan pantat nya yang nampak sangat seksi bergerak Kiri-kanan, kiri-kanan, kiri-kanan saat ia berjalan, seeakan menantangku untuk meremas nya.

Setelah sampai dikamar aku tertegun sejenak, mengamati apa yang kulihat, kamar yang luas dengan interior yang ber-kelas di dalamnya. sedang asyik-asyik nya melamun aku dikagetkan oleh suara Bi sum.
“Den, ini kamarnya.”
“Eh iya Bi.” jawabku setengah tergagap.
Aku segera menghempaskan ranselku begitu saja di tempat tidur.
“Den, nanti kalau ada perlu apa-apa panggil Bibi aja ya?” ucapnya sambil berlalu.
“Eh, tunggu Bi, Bibi bisa mijit kan? badanku pegel nih.” Kataku setengah memelas.
“Kalau sekedar mijit sih bisa den, tapi Bibi ambil balsem dulu ya den?”
“Cepetan ya Bi, jangan lama-lama lo?”
“Wah kesempatan nih, aku bisa merasakan tangan lembut Bi Sum memijit badanku.” ucapku dalam hati.
Tak lama kemudian Bi Sum datang dengan balsem di tangan.
“Den, coba Aden tiduran gih.” suruh Bi Sum.
“Eh, iya Bi.” lalu aku telungkup di kasur yang empuk itu, sambil mencopot bajuku. Bi Sum pun mulai memijit punggungku, sangat terasa olehku tangan lembut Bi Sum memijit-mijit.
“Eh, Bi, tangan Bibi kok lembut sih?” tanyaku memecah keheningan.
Bi Sum diam saja sambil meneruskan pijatannya, aku hanya bisa diam, sambil menikmati pijitan tangan Bi Sum, otak kotorku mulai berangan-angan yang tidak-tidak.
“Seandainya, tangan lembut ini mengocok-ngocok penisku, pasti enak sekali.” kataku dalam hati, diikuti oleh mulai bangunnya “Adik” kecilku.

Aku mencoba memecah keheningan di dalam kamar yang luas itu.
“Bi, dari tadi aku nggak melihat om susilo dan Dik rico sih.”
“Lho, apa aden belum dibilangin nyonya, Pak Susilo kan sekarang pindah ke kota B, sedang den Rico ikut neneknya di kota L.” tuturnya.
“Oo.., jadi tante sendirian dong Bi?” tanyaku
“Iya den, kadang Bibi juga kasihan melihat nyonya, nggak ada yang nemenin.” kata Bi Sum, sambil pijatannya diturunkan ke paha kiriku. Lalu spontan aku menggelinjang keenakan.
“Ada apa den?” tanyanya polos.
“Anu Bi, itu yang pegel.” jawabku sekenanya.
“Mm.. Bibi udah punya suami?” kataku lagi.
“Anu den, suami Bibi sudah meninggal 6bulan yang lalu.” jawabnya. Seolah berlagak prihatin aku berkata.
“Maaf Bi, aku tidak tahu, trus anak Bibi bagaimana?”
“Bibi titipkan pada adik Bibi” katanya, sambil pijitannya beralih ke paha kananku.
“Mm.. Bibi nggak pingin menikah lagi?” tanyaku lagi.
“Buat apa den, orang Bibi udah tua kok, lagian mana ada yang mau den?” ucapnya.
“Lho, itu kan kata Bibi, menurutku Bibi masih keliatan cantik kok.” pujiku, sambil mengamati wajahnya yang bersemu merah.
“Ah.., den andy ini bisa saja” katanya, sambil tersipu malu.
“Eh bener loh Bi, Bibi masih cantik, udah gitu seksi lagi, pasti Bibi rajin merawat tubuh.” Godaku lagi.
“Udah ah, den ini bikin Bibi malu aja, dari tadi dipuji terus.”

Lalu aku bangkit, dan duduk berhadapan dengan dia.
“Bi.., siapa sih yang nggak mau sama Bibi, sudah cantik, seksi lagi, tuh lihat tubuh Bibi indahkan?, apalagi ini masih indah loh..” kataku, sambil memberanikan menunjuk kearah gundukan yang sekal di dadanya itu. Secara reflek dia langsung menutupinya, dan menundukkan wajahnya.
“Aden ini bisa saja, orang ini sudah kendur kok dibilang bagus.” katanya polos.
Seperti mendapat angin aku mulai memancingnya lagi.
“Bibi ini aneh, orang payudara Bibi masih inah kok bilangnya kendur, tuh lihat aja sendiri” kataku, sambil menyingkapkan kedua tangannya yang menutupi payudaranya.
“Jangan ah den, Bibi malu.”
“Bi.. kalau nggak percaya, tuh ada cermin, coba Bibi buka baju Bibi, dan ngaca.” Lalu aku mulai membantu membuka baju kebaya yang dikenakannya, sepertinya ia pasrah saja. Setelah baju kebaya nya lepas, dan ia hanya memakai Bh yang nampak sangat kecil, seakan payudaranya hendak mencuat keluar. Aku pun mulai menuntunnya ke depan cermin besar yang ada di ujung ruangan.
“Jangan den, Bibi malu nanti nyonya tahu bagaimana?” tanyanya polos.
“Tenang aja Bi, tante Sofi nggak bakal tahu kok” Aku yang ada dibelakang nya mulai mencopot tali BH nya, dan wow.. tampak olehku didepan cermin, sepasang bukit kembar yang sangat sekal dan padat berisi, melihat itu “Adik” kecilku langsung mengacung keras sekali.

Aku pun tak menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Aku langsung meremas nya dari belakang, sambil ciumanku kudaratkan ke lehernya yang jenjang tersebut. Bi Sum yang telah setengah telanjang itu, hanya bisa mendesah dan matanya “Merem-melek”.
“Oh.. den jangan den, uhh.. den, Bibi diapain, den”
Aku tak menggubris pertanyaannya malahan aku meningkatkan seranganku. Kini ia kubopong ke ranjang, sambil menciumi putingnya yang merah mencuat itu, ia pun kelihatan mulai menikmati permainanku, dan Bi Sum telah kurebahkan diranjang, lalu aku mulai lagi menciumi putingnya, sambil menarik jarik yang dipakainya.
“Uhh.. den shh.. Bibi enak den uh.. shh.. teruus den”
Aku pun mulai membuka seluruh pakaianku dan ciumanku terus turun keperutnya, dan dengan ganasnya ku pelorotkan CD yang dipakainya, aku terdiam sesaat seraya mengamati gundukan yang ada dibawah perutnya itu.
“Den, punya aden besar sekali” katanya sambil meremas penisku, lalu kusodorkan penisku kemulutnya.
“Bi, jilatin ya.. punya Andy.” Bibir mungil Bi Sum mulai menjilati penisku. uuhh.., sungguh nikmat sekali rasanya.
“Mmhh.. ohh.. Bi terus, kulum penisku Bi.., tak lama kemudian Bi Sum mulai menyedot-nyedot penisku, dan rasanya ada yang akan keluar di ujung penisku.
“Bi.. teruuss, Bi.. aku mmaauu keeluuar, oohh” jeritku panjang dan tiba-tiba, serr maniku muncrat dalam mulut Bi Sum, Bi Sum pun langsung menelannya.

Aku pun mulai pindah posisi, kini aku mulai menjilati memek Bi Sum, tampak didepan mataku, memek Bi Sum yang bersih, dengan seikit rambut. Rupanya Bi Sum sudah tidak sabar, ia menekan kepalaku agar mulai menjilati memeknya dan sluurpp.. memek Bi Sum kujilati sampai kutenukan sesuatu yang mencuat kecil, lalu kuhisap, dan gigit kecil, gerakan tubuh Bi Sum mulai tak karuan, tanganku pun tidak tinggal diam, ku pilin-pilin putingnya dengan tangan kiriku sedangkan, tangan kananku ku gunakan menusuk memeknya sambil lidahku kumasukkan sedalam-dalamnya.

“Ohh.. den.. teruuss den jilat teruss.. memek Bibi den.. mmhh” katanya sambil menggeliat seperti cacing kepanasan.
“Ouhh den.. Bibi mau.. keluarr.. den ohh, ahh, den, Bibi keeluuaarr, akhh.” Bi Sum menggelinjang hebat dan serr cairan kewanitaannya kutelan tanpa sisa. Tampak Bi Sum masih menikmati sisa-sisa orgasme nya. Lalu aku mencium bibirnya lidahku kumasukkan kedalam mulutnya, ia pun sangat agresif lalu membalas ciumanku dengan hot.
Aku pun mulai menciumi telinganya, dan dadanya yang besar menempel ketat di dadaku, aku yang sudah sangat horny langsung berkata, “Bi aku masukkan sekarang ya..”. ia hanya bisa mengangguk pelan.

aku pun mengambil posisi, kukangkangkan pahanya lebar-lebar, kutusukkan penisku ke memek nya yang sudah sangat becek. Bless.. separuh penisku amblas kedalam memeknya, terasa olehku memeknya menyedo-nyedot kepala penisku. kusodokkan kembali penisku, bless.. peniskupun amblas kedalam memeknya, aku pun mulai memaju-mundurkan pantatku, memeknya terasa sangat sempit.

“Den.. ouhh.. teruuss.. denn.. mmhh..sshh.” desahan erotis itu keluar dari mulut Bi Sum, aku pun tambah horny dan kupercepat sodokkanku di memeknya.
“Oh.. Bii memek kamu sempit banget, ohh enak Bii, goyang teruuss Bii.. ouhh..”
“Den.. cepatt.. den.. goyang yang cepat.. Bibi.. mauu.. keluar.. den..”
aku mulai mengocok penisku dengan kecepatan penuh, tampak Bi Sum menggelinjang hebat.
“Den.. Bibi.. mau keluuaarr.. ouhh.. shhshshshh..”
“Tahan Bii.. aku.. juga mau keluuarr..”

Lalu beberapa detik kemudian terasa penisku di guyur cairan yang sangat deras.. serr.. penisku pun berdenyut hebat dan, serr.. terasa sangat nikmat sekali, rasanya tulang-tulang ku copot semua. aku pun rubuh diatas wanita setengah baya yang tengah menikmati orgasmenya.

“Bi.. terima kasih ya.. memek Bibi enak” kataku sambil mencupang buah dadanya.
“Den kapan-kapan Bibi dikasih lagi yaa.”

akhirnya kami tertidur dengan penisku menancap di memek Bi Sum, tanpa aku sadari permainan ku tadi dilihat semua oleh tanteku, sambil dia mempermainkan memeknya dengan jarinya. sekian pengalaman saya dengan Bi Sum, pembantu tante saya yang sangat menggiurkan. lain kali akan saya ceritakan pengalaman saya dengan tante saya yang mengintip permainan saya dengan Bi Sum, yang tentunya lebih menghebohkan, karena tante saya ini orang yang hipersex, jadi nafsunya sangat besar, dan meledak-ledak.

Posted in Setengah Baya | No Comments »
Tante Dewi
Monday, December 22nd, 2008

Sebenarnya jujur aku merasa malu juga untuk menceritakan pengalamanku ini, akan tetapi melihat pada jaman ini mungkin hal ini sudah dianggap biasa. Maka aku beranikan diri untuk menceritakanya kepada para pembaca. Tetapi ada baiknya aku berterus terang bahwa aku menyukai wanita yang lebih tua karena selain lebih dewasa juga mereka lebih suka merawat diri. Aku seorang pria yang suka terhadap wanita yang lebih tua daripadaku.
Dimulai dari aku SMA aku sudah berpacaran dengan kakak kelasku begitu juga hingga aku menamatkan pendidikan sarjana sampai bekerja hingga saat ini. Satu pengalaman yang tak terlupakan adalah ketika aku berpacaran dengan seorang janda beranak tiga. Demikian kisahnya, suatu hari ketika aku berangkat kerja dari Tomang ke Kelapa Gading, aku tampak terburu-buru karena waktu sudah menunjukkan pukul 07.45. Sedangkan aku harus sampai di kantor pukul 08.30 tepat. Aku terpaksa pergi ke Tanah Abang dengan harapan lebih banyak kendaraan di sana. Sia-sia aku menunggu lebih dari 15 menit akhirnya aku putuskan aku harus berangkat dengan taxi. Ketika taxi yang kustop mau berangkat tiba-tiba seorang wanita menghampiriku sambil berkata, “Mas, mau ke Pulo Gadung ya?” tanyanya, “Saya boleh ikut nggak? soalnya udah telat nich.”

Akhirnya aku perbolehkan setelah aku beritahu bahwa aku turun di Kelapa Gading. Sepanjang perjalanan kami bercerita satu sama lain dan akhirnya aku ketahui bernama Dewi, seorang janda dengan 3 orang anak dimana suaminya meninggal dunia. Ternyata Dewi bekerja sebagai Kasir pada sebuah katering yang harus menyiapkan makanan untuk 5000 buruh di Kawasan Industri Pulo Gadung. Aku menatap wanita di sebelahku ini ternyata masih cukup menggoda juga. Dewi, 1 tahun lebih tua dari aku dan kulit yang cukup halus, bodi yang sintal serta mata yang menggoda. Setelah meminta nomor teleponnya aku turun di perempatan Kelapa Gading. Sampai di kantor aku segera menelepon Dewi, untuk mengadakan janji sore hari untuk pergi ke bioskop.
Tidak seperti biasanya, tepat jam 05.00 sore aku bergegas meninggalkan kantorku karena ada janji untuk betemu Dewi. Ketika sampai di Bioskop Jakarta Theater, tentunya yang sudah aku pilih, kami langsung antri untuk membeli tiket. Masih ada waktu sekitar 1 jam yang kami habiskan untuk berbincang-bincang satu sama lain. Selama perbincangan itu kami sudah mulai membicarakan masalah-masalah yang nyerempet ke arah seks. Tepat jam 19.00, petunjukan dimulai aku masuk ke dalam dan menuju ke belakang kiri, tempat duduk favorit bagi pasangan yang sedang dimabuk cinta. Pertunjukan belum dimulai aku sudah membelai kepala Dewi sambil membisikkan kata-kata yang menggoda. “Dewi, kalau dekat kamu, saudaraku bisa nggak tahan,” kataku sambil menyentuh buah dadanya yang montok. “Ah Mas, saudaranya yang di mana?” katanya, sambil mengerlingkan matanya. Melihat hal itu aku langsung melumat habis bibirnya sehingga napasnya nampak tersengal-sengal. “Mas, jangan di sini dong kan malu, dilihat orang.” Aku yang sudah terangsang segera mengajaknya keluar bioskop untuk memesan taxi. Padahal pertunjukan belum dimulai hanya iklan-iklan film saja yang muncul.

Setelah menyebutkan Hotel **** (edited), taxi itupun melaju ke arah yang dituju. Sepanjang perjalanan tanganku dengan terampil meremas buah dada Dewi yang sesekali disertai desahan yang hebat. Ketika tanganku hendak menuju ke vagina dengan segera Dewi menghalangi sambil berkata, “Jangan di sini Mas, supir taxinya melihat terus ke belakang.” Akhirnya kulihat ke depan memang benar supir itu melirik terus ke arah kami. Sampai di tempat tujuan setelah membayar taxi, kami segera berpelukan yang disertai rengekan manja dari Dewi, “Mas Jo, kamu kok pintar sekali sih merangsang aku, padahal aku belum pernah begini dengan orang yang belum aku kenal.” Seraya sudah tidak sabar aku tuntun segera Dewi ke kamar yang kupesan. Aku segera menjilati lehernya mulai dari belakang ke depan. Kemudian dengan tidak sabarnya dilucutinya satu persatu yang menempel di badanku hingga aku bugil ria. Penisku yang sudah menegang dari tadi langsung dalam posisi menantang Dewi.
Kemudian aku membalas melucuti semua baju Dewi, sehingga dia pun dalam keadaan bugil. Kemudian dengan rakus dijilatinya penisku yang merah itu sambil berkata, “Mas kontolnya merah banget aku suka.” Dalam posisi 69 kujilati juga vagina Dewi yang merekah dan dipenuhi bulu-bulu yang indah. 10 Menit, berlalu tiba-tiba terdengar suara, “Mas, aku mau keluaarr..”
“Cret.. cret.. cret..”
Vagina Dewi basah lendir yang menandakan telah mencapai orgasmenya. 5 Menit kemudian aku segera menyusul, “Dewi, Wi, Mas mau keluar..”
“Crot.. crot.. crot..”
Spermaku yang banyak akhirnya diminum habis oleh Dewi.
Setelah itu kami pun beristirahat. Tidak lama kemudian Dewi mengocok kembali penisku yang lunglai itu. Tidak lama kemudian penisku berdiri dan siap melaksanakan tugasnya. Dituntun segera penisku itu ke vaginanya. Pemanasan dilakukan dengan cara menggosokkan penisku ke vaginanya. Dewi mendesah panjang, “Mas, kontolnya kok bengkok sih, nakalnya ya dulunya?” Tidak kuhiraukan pembicaraan Dewi, aku segera menyuruhnya untuk memasukkan penisku ke vaginanya. “Dewi, masukkan cepat! Jonathan tidak tahan lagi nih.” Sleep.. bless.. masuk sudah penisku ke vaginanya yang merekah itu. Tidak lupa tanganku meremas buah dadanya sesekali menghisap payudaranya yang besar walaupun agak turun tapi masih nikmat untuk dihisap. Goyangan demi goyangan kami lalui seakan tidak mempedulikan lagi apakah yang kami lakukan ini salah atau tidak. Puncaknya ketika Dewi memanggil namaku, “Jonathan.. terus.. terus.. Dewi, mau keluar..” Akhirnya Dewi keluar disertai memanggil namaku setengah berteriak, “Jonathan.. aku.. keluaarr..” sambil memegang pantatku dan mendorongnya kuat-kuat.

Tidak berselang lama aku pun merasakan hal sama dengan Dewi, “Wi.. ah.. ah.. tumpah dalam atau minum Wi..” kataku. Terlambat akhirnya pejuku tumpah di dalam, “Wi.. kamu hebat.. walaupun sudah punya 3 anak,” kataku sambil memujinya. Akhirnya malam itu kami menginap di hotel **** (edited). Kami berpacaran selama 1 tahun, walaupun sudah putus, tetapi kami masih berteman baik.
Adakah di antara pembaca baik itu gadis, janda, maupun tante yang bersedia kencan lepas denganku aku siap melayaninya, terlebih lagi kalau lebih tua dariku. Silakan kirim email ke alamatku disertai nomor telepon, pasti aku hubungi. Benar juga kata pepatah, “Kelapa yang tua, tentu banyak juga santannya”. Yang lebih tua memang enak juga untuk dikencani.

0 comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.